TUBAN, iNewsTuban.id - Karang Taruna “Muda Bersatu” Desa Bate Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban melaksanakan kegiatan “Jalan Sehat Kebangsaan” dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dalam melestarikan sosial budaya berbangsa dan bernegara.
Suara sholawat diiringi rebana dan sorak sorai warga di sepanjang jalan Desa Bate, seekor kuda dinaiki bergantian oleh seorang laki-laki yang diambil dari perwakilan berbagai organisasi. Atraksi kuda tersebut dinamakan Jaran Jenggo.
“Jaran Jenggo Aswo Kaloko Joyo” berasal dari Desa Solokuro, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan adalah salah satu kebudayaan yang masih eksis dan digandrungi masyarakat hingga saat ini. Perayaan tersebut dilaksanakan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap budaya bangsa dengan tetap melestarikan kearifan lokal.
Diiringi sholawatan dan musik dari rebana, laki-laki yang sedang naik kuda itu dikawal musik berjalan dari ujung desa yaitu Dusun Bate Selatan menuju lapangan Balai Desa di Dusun Bate Utara. Diikuti pula berbagai organisasi Pencak Silat dari berbagai elemen warga Desa Bate yang ingin menyaksikan sembari berjajar di pinggir jalan untuk menonton langsung perayaan tersebut.
Panitia kegiatan, Rezza Alfian menyampaikan sekilas Sejarah Jaran Jenggo. Kesenian Jaran Jenggo merupakan kesenian yang lahir di Desa Solokuro, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan. Desa Solokuro berjarak 36 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Lamongan.
Seorang yang sangat berjasa atas adanya kesenian Jaran Jenggo adalah Kepala Desa Solokuro, H. Rosyid. Kesenian Jaran Jenggo lahir di tahun 1907 dan memiliki nama kelompok ”Aswo Kaloko Joyo.” Kelompok tersebut merupakan seniman Jaran Jenggo pertama di Lamongan.
Rosyid selaku Kepala Desa Solokuro, memiliki kendaraan yang digunakan sehari-hari berupa kereta kuda, karena saat itu motor dan lainnya belum ada. Kuda yang beliau pakai sering mengangguk-anggukan kepala, ketika mendengar musik rebana jedor. Melihat kudanya yang selalu mengangguk-anggukan kepalanya ketika mendengar musik, H. Rosyid pun mulai melatih kudanya, sedangkan saudara-saudara H.Rosyid lainnya memainkan alat musik.
Rosyid yang memiliki anak laki-laki berkewajiban untuk mengkhitankan anaknya. Tetapi anak beliau sangat takut untuk dikhitan yang kemudian H. Rosyid membujuk anaknya tersebut dan bernazar. Ia bernazar jika anaknya mau disunat, maka anaknya akan diarak keliling desa dengan menggunakan jaran (kuda) dan diiringi musik rebana jedor.
Nazar itu akhirnya membuat sang anak bersedia untuk dikhitan. Proses khitan pun berhasil dilakukan dan ketika anak H. Rosyid sudah sembuh dari khitannya, dilaksanakanlah walimatul khitan dan sesuai nazar H. Rosyid mengarak anaknya dengan kuda tersebut.
Arak-arakan pun menarik perhatian warga Desa Solokuro termasuk anak-anak. Anak-anak akhirnya meminta kepada orang tua untuk merayakan khitanan dengan cara yang sama, memakai jaran milik H. Rosyid. Warga menyebutnya Jaran Jenggo, yang berarti kuda yang suka mengangguk-angguk. H. Rosyid pun akhirnya memakai istilah Jaran Jenggo untuk kudanya kesayangannya itu.
Jaran Jenggo dilakukan oleh 12 pemain dengan rincian 2 penuntun kuda, 9 pemain musik jedor (4 pemain rebana, 2 pemain kendang, dan 3 pemain jedor yakni bedug berukuran kecil), 1 pengarah pengantin khitanan, dan 2 pawang penggiring kuda saat arak-arakan dan prosesi lain.
Iringan sholawatan dari kitab berzanji atau Diba’ karya syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Baranji. Alat musik yang digunakan adalah jedor, kendang, rebana/ terbang, gambang, piano.
Selain banyaknya pemain, elemen lain yang menarik adalah ragam gerak yang menampilkan kuda bersujud (Nyemba) di depan pengantin khitan, kuda dan pawang berjoget di sepanjang perjalanan, kuda naik kursi, kuda berjoget, penari, menari di atas punggung kuda dan melakukan jungkir balik dari berbagai arah, pawang dan pemarin jaran bertiduran di sela-sela kaki kuda, kuda menginjak kepala pawang, tarian Kuda Jengger dan Atraksi mati suri bersama pawang kuda.
Selain itu tata rias dan busana pun cukup “ramai” seperti payung puspito utomo, pecut manggolo sekti, keris yoso yuwono keselametan, kuluk dhatu loyo, kuluk juwito, klambi sumbowo, bebet birowo, kalung kencono, cuping puspito, ali-ali kalpito, dan sabuk janur kuning.
Di lokasi kegiatan, Kepala Desa Bate, Jumadi menyampaikan apresiasi yang bagus atas acara karang taruna Desa Bate, Jumadi berharap dengan adanya Jalan Sehat Kebangsaan dan menjaga kearifan lokal tersebut, dapat dilaksanakan rutin setiap tahun. Terlebih bisa mengaktifkan kembali kesenian “Kentrung” khas desa Bate.
“semoga ini menjadi langkah awal kegiatan yang baik untuk menumbuhkan semangat pemuda, dengan adanya Jalan Sehat Kebangsaan ini semoga dapat menjaga kearifan lokal, dan harapan kami dapat dilaksanakan rutin setiap tahun, terlebih bisa mengaktifkan kembali kesenian “Kentrung” khas desa Bate,” ujar Jumadi kepada awak media.
Respon masyarakat cukup bagus, harapannya kedepan kegiatan tersebut terus dilaksanakan secara rutin. Karena selain untuk menjaga kesehatan juga dapat melestarikan dan mengedukasi masyarakat terhadap kesenian yang ada dan masih diminati.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait