TUBAN, iNewsTuban.id - Pengurus komplek Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, memiliki tradisi unik selama bulan suci ramadhan. Mereka bergotong-royong memasak Bubur Suru Sunan Bonang, untuk dibagikan kepada warga sekitar dan peziarah. Tradisi bersedekah takjil gratis itu, merupakan warisan peninggalan Sunan Bonang hingga saat ini.
Suasana di komplek pemakaman Sunan Bonang di Kelurahan Kutorejo, Kabupaten Tuban, selama bulan suci ramadhan tampak begitu ramai dan riuh. Sesudah sholat dhuhur, makam yang menjadi cagar budaya nasional ini mulai terlihat sibuk. Sejumlah pengurus makam bergotong royong memasak Bubur Suru Sunan Bonang untuk takjil buka puasa.
Bubur Suru atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bubur Bonang ini, dimasak menggunakan dua wajan besar. Sengan bahan utamanya adalah beras, santan kelapa, tulang daging sapi, serta racikan bumbu khas Jawa dan Timur Tengah. Kaldu yang dihasilkan dari tulang daging sapi, memberi rasa khas pada adonan bubur.
Seluruh proses memasak dilakukan secara tradisional. Mulai memarut kelapa untuk menghasilkan santan, hingga memanfaatkan kayu untuk sumber api. Namun demikian, proses memasak bubur harus diaduk secara terus menerus dan membutuhkan waktu cukup lama, sekitar dua jam hingga siap disajikan.
Makanan sederhana ini sangat ditunggu-tunggu warga sekitar. Saat pembagian dimulai, baik anak-anak hingga orang dewasa berkumpul, serta rela antri demi mendapatkan sepiring bubur untuk takjil buka puasa.
Bagi penikmatnya, Bubur Suru Sunan Bonang memiliki rasa khas gurih. Aroma rempah-rempah dan daging sapinya sangat terasa.
“Bubur Suru, baru kali ini saya, tiap ramadhan infonya, tadi malam saya sudah makan rasanya enak kayak kare, gulai dan kebuli, iya ketagihan makanya saya kesini lagi alhamdulillah berkahnya mbah Bonang, aku baru datang dari Jawa Barat, asik banget rebutan bubur, seru pokoknya ingat masa kecil,” ujar Lidiah, penikmat Bubur Suru dari Jawa Barat.
Bagi-bagi takjil bubur ini merupakan tradisi untuk menyediakan takjil, bagi musafir dan warga selama bulan ramadhan. Tradisi ini merupakan peninggalan Sunan Bonang dan telah dilakukan turun-temurun sejak ratusan tahun lalu.
“10 muharram asyura itu biasanya slametan pakai bubur itu, jadi mungkin orang orang dulu dari pada memakai nama lain, maka dibuatlah nama Bubur Suru atau asyura itu, mulainya tahun 1937 hingga saat ini, bumbunya itu biasanya memakai bumbu gulai, satu harinya habis sekita dua belas setengah kilogram untuk berasnya sedangkan dagingnya rata rata lima belas kilogram sekali masak,” kata Lazim, penata bumbu Bubur Suru Sunan Bonang.
Sunan Bonang merupakan satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di tanah Jawa. Kondisi masyarakat yang miskin pada jaman itu, membuat Sunan Bonang dan pengikutnya mencoba bersedekah dengan menyediahkan buka puasa gratis berupa bubur.
Perkembangannya, selain diperuntukan bagi warga sekitar, bubur ini juga dibagikan kepada para musafir dan peziarah Makam Sunan Bonang yang kebetulan singgah.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait