JAKARTA, iNewsTuban.id — Brigadir Jenderal Inggris Aubertin Walter Sothern Mallaby ditemukan tewas dalam mobil di tengah baku tembak. Kematian tragis itu terjadi setelah dirinya baru lima hari tiba di Surabaya, Jawa Timur.
Mallaby, yang lahir pada 12 Desember 1899 sebenarnya datang tanpa niat untuk bentrok dengan masyarakat lokal atau Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Surabaya.
Berawal pada 25 Oktober 1945, ia tiba dengan Brigade Infanteri India ke-49 “Fighting Cock” menggunakan kapal HMS Waveney. Ketika kapal baru mendekat ke pelabuhan, dermaga sudah dipenuhi massa bersenjata. Dari atas kapal, Mallaby serta bawahannya, Kapten Douglas MacDonald, mengamati situasi tersebut.
"Apa yang kami lihat adalah sejumlah massa lokal berlarian dan wajahnya nampak marah. Mereka dilengkapi senjata di mana-mana. Dengan tommy gun (Submachine Gun Thompson), senapan, granat, pedang, apapun yang bisa dijadikan senjata,” ujar MacDonald dalam buku ‘The British Occupation of Indonesia’ karya Richard McMillan.
Melihat situasi yang tegang, Mallaby bertanya pada MacDonald, “Apakah kita bisa mengendalikan wilayah sebesar ini hanya dengan satu brigade?”
MacDonald menjawab, “Tidak, Pak.”
“Saya pikir juga begitu. Kita harus berhati-hati menangani mereka. Anda juga harus hati-hati,” timpal Mallaby.
Sebagai langkah awal, Mallaby mengirim MacDonald untuk menemui Gubernur Jawa Timur, Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo, dan pemimpin TKR, Dr. Moestopo, tanpa membawa senjata, sebagai tanda damai. MacDonald menyampaikan maksud Mallaby untuk menghindari konflik, meskipun ia menambahkan peringatan bahwa Inggris siap melawan jika terjadi serangan.
“Ya, kita datang dengan damai. Saya ingin Anda membawa kembali pimpinan militer dan sipil yang ingin saya ajak berunding,” kata Mallaby.
MacDonald bahkan mengundang Gubernur Soerjo dan Moestopo untuk bertemu Mallaby di HMS Waveney, tetapi ajakan ini ditolak oleh Soerjo yang mengatakan bahwa Moestopo tidak bersedia berbicara dengan Inggris.
“Lebih baik Anda kembali ke kapal Anda. Terima kasih sudah datang menemui saya. Saya percaya pada Anda, tapi Moestopo tidak,” cetus Gubernur Soerjo kepada MacDonald.
Setelah pertemuan itu gagal, Mallaby tetap memutuskan menurunkan pasukannya sore itu. Meski, ada saran dari pihak intel untuk menunggu hingga mendapat izin dari Moestopo.
“Kami tidak menerima perintah dari siapapun!,” ketus Mallaby.
Pasukan Brigade ke-49 kemudian menguasai beberapa lokasi penting, termasuk stasiun radio. Pada malam harinya, Kolonel L.H.O. Pugh bertemu Moestopo untuk menjelaskan bahwa tujuan Inggris di Surabaya hanyalah mengurus para interniran dan tidak berniat ikut campur dalam masalah antara Republik Indonesia dan NICA.
Namun, bentrokan tak terhindarkan ketika pemuda-pemuda Surabaya dihentikan oleh polisi militer Inggris saat mengendarai jip. Ketegangan ini memicu pertempuran tiga hari yang intens.
Pada 29 Oktober, Soekarno datang ke Surabaya untuk menenangkan keadaan, dan Mallaby hadir dalam pertemuan tersebut. Namun, pada 30 Oktober, saat berusaha menyampaikan instruksi gencatan senjata, Mallaby tewas ditembak oleh dua pemuda Surabaya di mobil dalam baku tembak.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait