MALANG, iNewsTuban.id - Sejarah Candi Borobudur dibangun di masa Kerajaan Mataram Kuno pada masa Wangsa Syailendra. Pembangunan candi ini tak bisa dilepaskan dari Raja Samaratungga yang merupakan pelopor pembangunan candi besar di Indonesia tersebut.
Sosok Raja Samaratungga memang tak banyak diketahui. Namanya mungkin tak sepopuler Prabu Siliwangi, Hayam Wuruk dan Gajah Mada, tapi peninggalannya cukup bisa membuat takjub hingga saat ini.
Nama Raja Samaratungga muncul dari Prasasti Kayumwungan yang dikeluarkan Rakai Patapan Mpu Palar, sebagaimana dikutip dari buku "13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa" tulisan Sri Wintala Achmad.
Prasasti tersebut merupakan prasasti yang dikeluarkan raja bawahan Samaratungga. Konon Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada Kerajaan Mataram Kuno harus meratakan bukit untuk membuat Candi Borobudur yang kini terletak di Magelang, Jawa Tengah.
Samaratungga konon dikenal sebagai raja spesialis pembuat candi di pegunungan. Tak ada yang tahu kenapa sebutan raja pegunungan disematkan kepada Syailendra, karya-karya bangunan candi dan tempat suci yang dibangun di tempat - tempat tinggi atau perbukitan disebut salah satu penyebabnya.
Sang raja yang terkenal dengan kesaktian dan kekuatannya berhasil membuat sebuah monumen kala itu yang terletak di utara Yogyakarta. Dia membangun sebuah bangunan yang menutupi bagian atas sebuah bukit yang telah dibentuk menjadi serangkaian teras. Lantai dan dinding penahannya ditutup dengan batu.
Menariknya sebagaiman dituliskan Vlekke pada bukunya 'Nusantara Sejarah Indonesia', puncak bukit tersebut sengaja diratakan agar dibuat terlihat seperti atap rata sebuah bangunan besar. Di pusat atap ini berdiri sebuah stupa yang berisi atau dikira berisi satu patung Buddha.
Di sekeliling stupa inti ini ada banyak stupa batu kecil berhias yang ada di dalamnya berisi patung-patung Dhyani-Buddha. Kemudian pada bagian dinding teras tertutup dengan pahatan.
Sosok Samaratungga sendiri sebagaimana diungkapkan sejarawan Slamet Muljana merupakan anak dari raja Mataram Samaragriwa yang pernah memerintah Medang pada tahun 800-812 Masehi. Pendapat Slamet Muljana ini dikuatkan dengan Prasasti Pongar yang dikeluarkan pada tahun 802 Masehi.
Prasasti tersebut menyebutkan Kamboja berhasil melepaskan diri dari penjajahan Jawa. Pelepasan Kamboja dari kekuasaan Jawa tersebut melatarbelakangi Samaragriwa kemudian membagi wilayah kekuasannya untuk kedua putranya, yakni Samaratungga dan Balaputradewa.
Samaratungga mendapatkan wilayah di Jawa (Medang), sedangkan Balaputradewa mendapatkan wilayah di Sumatera.
Sebelum menjadi raja di Medang, Samaratungga terlebih dahulu menjadi kepala daerah Garung yang bergelar Rakryan I Garung atau Rakai Garung. Samaratungga saat naik tahta bergelar Sri Maharaja Samaratungga.
Semasa menjadi raja, Samaratungga menikahkan putrinya Pramodawardhani dengan Mpu Manuku dari Wangsa Sanjaya yang menjabat sebagai penguasa daerah Patapan pada 807 M berdasarkan Prasasti Munduan.
Saat menjabat sebagai raja, Samaratungga membangun sebuah bangunan bernama Candi Bhumisambhara yang merupakan nama lain dari Candi Jinalaya. Samaratungga mempercayakan arsitek kepada Gunadharma.
Selain itu, Samaratungga melibatkan Kumarabacya dari Gandhadwipa (Bangalore) dan Visvawarman yang merupakan ahli ajaran Buddha Tantra Vijrayana dari Kashmir, India. Pendapat adanya kisah pendirian Candi megah itu juga sejalan dengan Prasasti Kulrak yang dikeluarkan pada tahun 784 M.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait