TUBAN, iNewsTuban.id - Sebuah video amatir viral di media social, memperlihatkan penggerebekan terhadap pasangan yang tidak sah di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Namun alih-alih diproses secara hokum, kasus ini justru berakhir dengan denda ratusan zak semen.
Penyelesaian di tingkat desa ini pun mendapat sorotan dari lembaga bantuan hokum, yang menilai langkah tersebut berpotensi menimbulkan dampak sosial di kemudian hari.
Video amatir berdurasi lebih dari satu menit, memperlihatkan sepasang pria dan wanita yang di duga berbuat mesum, digerebek warga di Desa Kesamben, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Video penggerebekan itupun viral di media sosial.
Keduanya di sebut-sebut masih memiliki pasangan sah masing-masing. Namun perkara ini tidak di bawa ke ranah hokum, melainkan hanya berakhir dengan kesepakatan denda berupa 250 zak semen, yang tertuang dalam perjanjian tertulis.
Kejadian ini berlangsung pada 23 agustus 2025 dini hari. Diketahui laki laki dalam video yang tertangkap tersebut diduga adalah anak seorang kepala desa di wilayah Kecamatan Plumpang, sedangkan yang perempuan memiliki suami yang sedang jadi TKI di Malaysia.
Namun anehnya pemerintah desa setempat, hingga kini memilih diam dan enggan memberi keterangan kepada awak media, terkait alasan penyelesaian kasus dengan cara tersebut.
Bahkan petugas dari Polsek setempat, juga memilih bungkam dan tidak ada yang mau memberi statemen kepada awak media, dengan alasan tidak ada laporan resmi ke pihak kepolisian, terkait peristiwa tersebut.
Lembaga bantuan hukum Koalisi Perempuan Ronggolawe Tuban, menyayangkan langkah penyelesaian yang hanya berupa denda.
Hal ini bukan sekadar perkara moral atau agama semata, melainkan juga memiliki dampak sosial yang cukup serius di masyarakat.
“dengan adanya perkara tersebut, seharusnya pemerintah bisa lebih terbuka untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan, maupun melakukan melaksanakan perda yang telah dibuat. yang pertama adalah perkara ini kan ini soal perkara moralitas ya, soal moralitas soal agama. kemudian juga seakan-akan kalau dibiarkan, ini akan menjadi menjadi budaya. nah, dampaknya apa? dampak yang pertama soal sosial. sosial akan menganggap bahwa ketika ada kejadian ini, itu tidak ada sanksi hukumnya apa-apa, begitu. nah, langkah yang bisa dilakukan adalah yang pertama, memang dalam kuhp, kuhp yang sudah direvisi ini, eh pasal 411, itu yang bisa melaporkan itu kalau suami istri, ya. yang bisa melaporkan kalau suami, berarti istrinya. kalau istri, berarti suaminya. tetapi kalau istri dan suami tidak mau melaporkan, apakah warga setempat itu bisa melaporkan? seharusnya bisa saja, begitu. bisa membuat dumas, kemudian pihak kepolisian juga bisa melakukan investigasi supaya dampak-dampak yang saya sampaikan tadi itu tidak akan terjadi, begitu. eh tetapi kalau kalau kita lihat itu kan cara penyelesaiannya malah didenda kan, dengan semen berapa ratus itu? itu kalau kami melihat, malah seakan-akan ini dimanfaatkan oleh oleh oleh pihak-pihak tertentu ya. dengan adanya perkara ini, tetapi mereka abai terhadap jeratan hukum yang semestinya ini harus harus mereka lakukan,” ujar Nunuk Fauziyah, Direktur LBH KP Ronggolawe.
Nunuk Fauziyah, Direktur LBH KP Ronggolawe, Tuban
Kasus penggerebekan pasangan yang tidak sah di Tuban ini, kini menjadi sorotan publik. Selain memunculkan pertanyaan soal komitmen penegakan hokum, kasus ini juga menimbulkan perdebatan, apakah penyelesaian perkara moral hanya cukup dilakukan di tingkat desa atau tetap harus dibawa ke jalur hukum resmi, demi menjaga kepastian dan keadilan di masyarakat.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait