TUBAN, iNewsTuban.id – Setiap pementasan kesenian rakyat, tak lepas dari alur sajian atau urut-urutan. Pun yang terjadi pada kesenian rakyat Gendruwon Ayon-ayon yang hingga saat ini masih tetap lestari dan dirawat oleh sebagian masyarakat Kabupaten Tuban wilayah pedalaman selatan, terutama di wilayah Desa Tenggerwetan, Kecamatan Kerek, Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Desa Tanggulangin dan Desa Manjung, Kecamatan Montong, Desa Pacing dan Desa Parangbatu, Kecamatan Parengan.
Urut-urutan sajian kesenian Gendruwon Ayon-ayon yang pertama adalah Sodoran, yaitu tarian pembuka yang dilakukan oleh pemain Gendruwon dan pemain Ayon-ayon. Didalam Sodoran, selain gerak tari yang dimunculkan, juga ada tembang yang dilagukan oleh pemain Gendruwon.
Berikut cakepan atau syair lagu tembang yang dilagukan oleh pemain Gendruwon : Kidul etan Mojopahit lhoo nduk, krungu-krungu ono suoro tangise Joko Sunti, dan seterusnya. Kemudian iringan gamelan hanya mengggunakan nada “lu” dan “nem” laras slendro. Setelah selesai melakukan tembang tersebut, kemudian penari Ayon-ayon berpindah tempat, disusul dengan tembang berikutnya, dan dilakukan secara terus menerus.
Perpindahan itu ditandai dengan pukulan Gedug, Gedug adalah alat perkusi pukul bentuk fisiknya menyerupai kendang ketipung yang hanya menggunakan satu permukaan kulit hewan. Sementara tehnik permainnya yaitu menggunakan stik atau alat pukul tangan dari kayu (tidak menggunakan permukaan tangan).
Setelah melagukan tembang yang pertama, penari Ayon-ayon diiringi Gendruwon berpindah ke tempat yang lain, kemudian iringan (musik) sirep dan masuk lagi tembang lagu Gendruwon bait ke-dua, cakepan sebagai berikut : Gondorio sinanggurat sinanggurit seng tak gurit soko lor wetan, gelem-geleman dan seterusnya.
Setelah tembang yang ke-dua, Gendruwon dan Ayon-ayon kembali berpindah tempat, dan sirep lagi, Gendruwon kembali melagukan tembang di bait berikutnya. Syairnya sebagai berikut : Ancung-ancung kembang kalak kembang keledung, keledunge rowe-rowe, rambatanae kayu gede, ojo menclok-menclok nek durung tuwoh, becik opo lelakon seng koyo ngene, londo, rujak babal kayu gembili bareng ditinggal nek sore brebes mili, dan seterusnya.
Dalam adegan Sodoran, vokal Gendruwon tidak terikat oleh tempo, jadi iramanya adalah merdeka, tidak terikat panjang pendeknya irama ketukan.
Setelah selesai, masuk diurutan kedua yaitu Besane Gendruwon. Pada adegan ini, yang menari hanya tampak Gendruwon, diiringi gending Sontoloyo laras slendro. Pola kendangan yang digunakan, menggunakan pola-pola yang sering di Tayuban. Pun-juga irama yang disajikan sama seperti irama yang digunakan pada kesenian Tayub Tuban. Oleh karena itu bisa disampaikan bahwasannya kesenian ini merupakan ke-khasan Tuban.
Diurutan ke-3, yaitu Besane Ayon-ayon dengan iringan menggunakan gending Jalak-jalak Ijo, diawali vokal tunggal atau buka celuk yang dilagukan oleh pemain Ayon-ayon (kalau bisa). Cakepan atau syairnya sebagai berikut : Tak jalak tak jalak ijo (vokal tunggal). Koor : Cucuke abang separo lali anak jo lali bojo edanane wong sampure ijo, kemudian iringan berhenti lalu dilanjutkan buka celuk lagi dengan iringan tunggal.
Setelah iringan berhenti, lalu dilanjutkan buka celuk yang dilagukan oleh pemain Gendruwon. Syairnya sebagai berikut : Ani ani nduk parine rubuh, kemudian disambung koor : mikul pacul ora ono dorane, tak trisnani nduk omahku adoh, bareng tak susul lali dalane. Iringan kembali berhenti dan kembali dilanjutkan ke tembang selanjutnya.
Dalam adegan Bali-balian lebih menojonlkan gerak tari pemain Ayon-ayon, Gendruwon tidak terlibat, sementara itu iringan atau musik yang digunakan adalah gending Warudoyong. Cakepannya sebagai berikut : Waru-warudoyong, warudoyong wetone kudu, ayu-ayu moblong-moblong, ayu moblong mung sliramu, rokok klobot taline siji, digawe abot ratau bali. Jika dicermati, cakepan tembang sama seperti yang disajikan dalam adegan besane Ayon- ayon yaitu parikan yang ditembangkan.
Adegan berikutnya adalah “Modo”. Modo adalah bahasa dialek setempat, kalau dalam Bahasa Jawa alus, artinya nyondro. Dalam bahasa Indonesia, lebih jamak apa yang disebut sebagai gaya bahasa Personifikasi atau perumpamaan. Biasanya dalam nyondro diawali dari ujung rambut hingga ujung kaki. Misalnya : rambute ngembang bakung, alise nanggal sepisan, mripate mbawang sebungkul, irunge blukang semende, untune miji timun, pundake nraju mas, lembeyana mblarak sempal. Namun didalam Modo ini tidak semuanya disebutkan satu-persatu. Misalnya : sun rambutmu rambutmu brintik, rambut brintik rambut kriting ngembang bakung, kowe anake sopo..? aku anake mboke. Sun batukmu nonong nonorasaru, batuk nonong batuk nonong blanyak-blanyak wani wong lanang.
“Kalau kita mencermati syair atau cakepan yang digunakan dalam adegan besane Ayon-ayon, merupakan parikan yang dilagukan pemain baik Gendruwon maupun Ayon-ayon,” ucap Eko Kasmo, seorang budayawan asal Parengan, yang fokus melakukan pelestarian kesenian rakyat di Tuban.
Editor : Prayudianto