Kejanggalan Proyek Laptop Rp9,9 Triliun Kemendikbud Era Nadiem Makarim, Dibongkar ICW

JAKARTA, iNewsTuban.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai proyek pengadaan laptop Rp9,9 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2020–2022 sarat kejanggalan, sejak tahap perencanaan hingga spesifikasi teknis. Proyek di era Mendikbudristek Nadiem Makarim ini kini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung atas dugaan tindak pidana korupsi.
Peneliti ICW Almas Sjafrina mengatakan, ICW dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia sudah sejak 2021 mendeteksi sejumlah kejanggalan dalam pengadaan ini.
"Kami saat itu mendesak agar Kementerian Pendidikan menghentikan dan mengkaji ulang rencana belanja laptop di tengah pandemi Covid-19," kata Almas dalam keterangannya dikutip, Sabtu (7/6/2025).
Menurut kajian ICW dan KOPEL, setidaknya ada lima kejanggalan dalam proyek pengadaan laptop tersebut. Pertama, pengadaan laptop dan sejumlah perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lainnya bukan kebutuhan prioritas pelayanan pendidikan di tengah pandemi Covid-19.
Kedua, penggunaan anggaran yang salah satunya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik menyalahi Perpres Nomor 123 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik. Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah (bottom-up), bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian.
"Pencairan DAK juga harus melampirkan daftar sekolah penerima bantuan, sedangkan saat itu tak jelas bagaimana dan kepada sekolah mana laptop akan didistribusikan," kata Almas.
Kejanggalan ketiga dari sisi transparansi. Rencana pengadaannya tidak tersedia dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). "Alhasil, informasi pengadaan yang direncanakan dilakukan dengan metode pemilihan penyedi e-purchasing tidak banyak diketahui publik," katanya.
Kejanggalan keempat adalah dasar penentuan spesifikasi laptop yang harus menggunakan Chrome OS (Chromebook). Spesifikasi ini dinilai tidak cocok untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang menjadi sasaran distribusi, karena perangkat tersebut sangat bergantung pada koneksi internet yang stabil.
"Sudah ada uji coba penggunaan laptop Chromebook pada 2019 yang menghasilkan kesimpulan bahwa Chromebook tidak efisien. Sehingga menjadi pertanyaan, mengapa Menteri Nadiem Makarim memutuskan spesifikasi Chromebook dalam lampiran Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021," katanya.
Kejanggalan kelima mencakup keterbatasan penyedia yang dapat memenuhi spesifikasi tersebut. Spesifikasi berupa Chromebook dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) mempersempit persaingan usaha karena hanya segelintir perusahaan yang dapat menjadi penyedia.
"Penyedia potensial mengerucut hanya pada enam perusahaan, yaitu PT Zyrexindo Mandiri Buana (Zyrex), PT Supertone, PT Evercoss Technology Indonesia, Acer Manufacturing Indonesia (Acer), PT Tera Data Indonesia (Axio), dan PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan)," katanya.
Kondisi ini, menurut ICW dan KOPEL, bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
ICW dan KOPEL juga menyoroti bahwa spesifikasi laptop itu tertera dalam peraturan resmi yang ditandatangani langsung oleh Menteri Nadiem. Karena itu, mereka mendesak agar penyelidikan Kejaksaan Agung tidak berhenti pada staf khusus menteri.
"PPK, kuasa pengguna anggaran, hingga Menteri Nadiem Makarim sebagai pengguna anggaran juga perlu diperiksa," kata Almas.
ICW dan KOPEL meminta Kejagung memperjelas bentuk korupsi dan estimasi kerugian negara dalam kasus ini. Selain itu, Kementerian Pendidikan yang meskipun kini sudah berada di bawah kepemimpinan baru, diminta melakukan evaluasi terbuka atas distribusi laptop dan capaian program digitalisasi pendidikan 2019–2024.
"Menggunakan anggaran negara, kementerian ini mempunyai kewajiban untuk melakukan evaluasi kebijakan dan akuntabilitas kepada publik," kata Almas.
Editor : Prayudianto