Wasekjen PBNU, Gus Maksum Langitan Desak Pembentukan Kementerian Haji RI

TUBAN, iNewsTuban.id – Pelaksanaan ibadah haji tahun 2025 kembali menjadi sorotan. Meski Kementerian Agama RI menyatakan bahwa penyelenggaraan haji berjalan lancar dan bahkan lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya, sejumlah fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda.
Tak sedikit jemaah, petugas haji, hingga pihak berwenang di Arab Saudi yang menyoroti berbagai kekurangan yang terjadi selama pelaksanaan ibadah haji tahun ini.
Dari persoalan teknis saat pemberangkatan, keterlambatan layanan, hingga sistem koordinasi yang tidak optimal di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, menjadi catatan penting yang tidak bisa diabaikan.
Bahkan, sebuah surat resmi dari pemerintah Arab Saudi kepada pemerintah Indonesia sempat beredar luas dan menimbulkan pertanyaan publik soal kesiapan serta kredibilitas sistem penyelenggaraan haji Indonesia.
Kondisi ini memunculkan gagasan penting: perlunya dibentuk Kementerian Haji yang berdiri secara mandiri dan terpisah dari Kementerian Agama. Hal ini dinilai mendesak mengingat jumlah jemaah haji asal Indonesia yang mencapai lebih dari 230 ribu orang setiap tahunnya—menjadikannya sebagai jemaah terbesar di dunia
"Haji adalah rukun Islam kelima yang sangat sakral bagi umat Islam. Di Indonesia, antrian keberangkatan bisa mencapai puluhan tahun. Maka sudah sepatutnya negara hadir secara maksimal dalam memberikan pelayanan terbaik," ujar KH.Maksum Faqih,(Gus Maksum) Pengasuh PP Langitan Widang, Tuban, sekaligus Wasekjen PBNU yang menyuarakan kritik atas haji tahun ini.
Menurutnya, status Badan Pengelola Haji (BPH) yang saat ini hanya menjadi bagian dari struktur Kementerian Agama, dinilai tidak cukup kuat dan fleksibel dalam mengambil keputusan strategis.
Dibutuhkan lembaga yang tidak hanya setingkat kementerian secara struktural, namun benar-benar berdiri sendiri secara kelembagaan dengan kewenangan penuh dalam pengelolaan haji nasional.
"Kalau terus ditangani hanya sebagai unit dari Kemenag, saya yakin tidak akan maksimal. Masalah haji sangat kompleks, mulai dari persiapan di dalam negeri, koordinasi antarinstansi, hingga pelayanan di tanah suci. Itu memerlukan struktur yang khusus, cepat, dan berwenang penuh," tambahnya.
Beberapa negara mayoritas Muslim seperti Arab Saudi, Pakistan, dan Iran telah memiliki kementerian atau otoritas khusus yang menangani haji. Mereka memiliki kewenangan dalam mengatur kebijakan, anggaran, pelayanan, hingga hubungan diplomatik terkait kuota dan logistik haji.
Maka, Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia seharusnya juga memiliki infrastruktur kelembagaan yang setara, jika ingin benar-benar serius meningkatkan kualitas layanan haji. Pembentukan Kementerian Haji bisa menjadi langkah reformasi penting sekaligus warisan positif bagi masa depan pelayanan umat.
Usulan ini disampaikan dengan harapan agar Presiden Republik Indonesia bersama DPR RI, khususnya Komisi VIII yang membidangi urusan agama dan sosial, dapat mempertimbangkan secara serius pembentukan Kementerian Haji Republik Indonesia.
“Haji bukan hanya soal logistik. Ini soal kehormatan bangsa dan tanggung jawab negara dalam melayani tamu-tamu Allah. Jika kita lalai dalam hal ini, tidak hanya dampaknya dirasakan di dunia, tapi juga menjadi beban tanggung jawab kita kelak,” pungkasnya.
Dengan adanya kementerian khusus, tata kelola haji diharapkan akan lebih tertib, profesional, dan akuntabel, sejalan dengan semangat melayani jemaah haji sebagai bentuk ibadah nasional.
Editor : Prayudianto