Peringatan Hari Jadi PSJB ka-43, Kukuhkan Semangat Melestarikan Bahasa dan Sastra Jawa

Bojonegoro, iNewsTuban.id - Suasana gayeng penuh persaudaraan mewarnai acara peringatan hari Ulang Tahun Sanggar Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB) ke-43, Minggu (6/6).
Menjadi moment istimewa karena dihari jadi PSJB itu selain dihadiri oleh pengurus dan anggota serta undangan dari unsur pejabat pemerintah, Komunitas Seni budaya (lukis, teater, tayub, Pedhalangan,dan lainnya) di Bojonegoro, Pengurus MGMP Bahasa Jawa, Forum TBM (Taman Bacaan Masyarakat) Praktisi dan Pemerhati Bahasa, Sastra dan bahasa.
Pagi berpayung mendung tipis terasa hangat dikediaman Nono Warnono , di Perumahan Gajah Indah Blok O No.18-19 Desa Gajah, Kec.Boureno, Kab Bojonegoro. Pria bernama asli H. Suwarno, M.Pd yang juga menjadi tuan rumah hari jadi PSJB ke-43 terlihat cukup hangat dan nyedulur menerima kehadiran puluhan undangan.
Deretan kursi dibawah panggung bernuansa hijau muda itu terlihat penuh oleh undangan. Begitu pula dengan teras rumah maupun ruang tamu didalam rumah. Sebagian para undangan yang datang dari wilayah Bojonegoro, Tuban dan Lamongan mengenakan busana adat jawa, sebagian lagi mengenakan ‘busana kebesaran’ sanggar sastra PSJB busana bathik obor sewu dan udeng Samin.
Lila Kavya pranatacara dengan penampilannya yang gandhes luwes cukup mampu menghidupkan suasana. Satu persatu seniman dan seniwati naik kepanggung. Menyuguhkan kepiawaan membaca geguritan dan macapat. Para undangan seakan tersihir terbawa oleh pesona para pesohor didunia sastra jawa itu dalam berunjuk karya.
Beberapa sastrawan dan seniman yang tampil yaitu Agus Sigro Budiono, Ki Herry Abdi Gusti, Gampang Prawoto dan Herry Lamongan. yang menbacakan gurit karya mereka sendiri. Turut unjuk karya pula Ki Witanto. Santo’s Pa’e Zerly, Dhenok Lestari Sahza Malika dan Hanung Wistanto yang membawakan macapat.
Nono Warnono, Ketua PSJB dalam sambutannya mengaku cukup bahagia dan terharu karena PSJB diantara hiruk pikuk modernisasi masih bisa lestari. Tetap bisa sempulur menjaga sastra dan bahasa jawa hingga menginjak usia 43 tahun.
“Sejak berdiri tanggal 6 Juli 1982, sudah banyak sumbangsih dan kiprah nyata yang dilakukan PSJB dalam turut melestarikan bahasa, sastra dan budaya jawa, “ ujar Nono yang juga sastrawan dan Budayawan itu.
Ditambahkan Nono, banyak program yang sudah dijalankan PSJB diantaranya penerbitan buku-buku bahasa jawa berupa novel jawa, kumpulan cerkak, dan kumpulan geguritan. Jumlah buku yang kesemuanya ber-ISBN yang sudah diterbitkan mencapai 53 buku ditulis oleh pengurus dan anggota PSJB.
Selain itu PSJB juga rutin mengadakan penyuluhan kepada lembaga pendidikan dari SMP-SMA (sederajat) bekerjasama dengan lembaga pendidikan. Dibulan Juni lalu PSJB yang diwakili oleh Nono Warnono mendapatkan kehormatan dilibatkan oleh Balai Bahasa Jawa Timur di kegiatan Koordinasi Revitalisasi Bahasa Jawa dan Penyuluhan Penyusunan Modul Pembelajaran Bahasa Jawa SD dan SMP Jatim. Selain itu juga program-program lainnya yang ada kaitannya dengan sastra, bahasa dan budaya jawa.
Dikesempatan itu J.F.X Hoerry yang merupakan salah satu tokoh pendiri PSJB dan juga Pembina PSJB mengatakan, PSJB terbentuk di masa Orde Baru (Orba) padahal dikala itu tidak mudah mendirikan organisasi.
“Karena itu pada akhirnya nama PSJB tidak menggunakan paguyuban atau organisasi namun menggunakan Pamarsudi yang berarti melestarikan sastra dan bahasa jawa,” ujar J.F.X Hoerry.
Sebelumnya PSJB sendiri didirikan oleh para penulis sastra jawa dari tiga kabupaten yaitu Bojonegoro, Tuban dan Lamongan. Namun banyak para pendiri yang sudah meninggal dunia.
Diantaranya Yes Ismie Surya Admadja , Jatus Pete dan Sri Setya Rahayu. Dalam perjalanannya, seiring dengan berkembangnya jaman, PSJB tidak hanya sebagai wadah penulis bahasa jawa, namun lebih luas jangkauannya. Yaitu juga merangkul para pecinta dan siapa saja yang memiliki kepedulian terhadap bahasa dan sastra jawa.
Puncak dari peringatan ambal warsa ditandai dengan memotong tumpeng yang dilakukan oleh Nono Warnono dan diserahkan kepada sesepuh PSJB J.F.X Hoerry. Acara terasa lebih gayeng saat para undangan yang hadir makan bersama. Terjalin keakraban dan semangat untuk terus ngleluri adiluhungnya bahasa jawa.
Editor : Prayudianto