get app
inews
Aa Text
Read Next : Demi Pertahankan Kemerdekaan RI, Arek-Arek Malang Lawan Belanda-Sekutu, ini Kisah Heroiknya

Tangsi Militer KNIL Masa Kolonial Belanda Simpan Kisah Pilu Anak-Anak Hasil Kumpul Kebo

Minggu, 17 Agustus 2025 | 13:26 WIB
header img
Djoemiha bersama keluarganya. Foto dibuat sekitar 1918 (foto: repro/ist)

SURABAYA, iNewsTuban.id - Nasib pilu menimpa anak-anak hasil pergundikan atau kumpul kebo di tangsi militer Koninklijke Nederlands Indische Leger ( KNIL). Banyak di antara mereka yang hidup terlantar, miskin dan menjadi gelandangan. 

Jumlah anak-anak yang lahir dari rahim para nyai atau moentji, yakni sebutan untuk perempuan simpanan di dalam tangsi militer, tidak sedikit. Kementerian Penjajahan Hindia Belanda menyebut, pada tahun 1890 terdapat 2.500 anak hidup di dalam tangsi militer.

“Secara umum mereka bukan hanya anak dari orang Eropa tetapi juga dari militer Pribumi dan yang dibawa oleh para nyai dari hubungan sebelumnya (dengan laki-laki Pribumi),” tulis Hanneke Ming dalam Barracks-Concubinage inThe Indies 1887-1920.

Jumlah anak-anak haram dalam tangsi militer itu terus bertambah. Pada tahun 1900 jumlah meningkat menjadi 7.000 anak dengan 1.744 di antaranya terdaftar sebagai anak tentara Eropa. Jumlah tersebut dicurigai belum seluruhnya, karena dalam praktiknya tidak semua anak didaftarkan.    

Usia anak-anak itu juga beragam, mulai dari bayi hingga umur 12 tahun. Umumnya, umur anak di atas 12 tahun tidak lagi bertempat tinggal di tangsi militer. Mereka tidak lagi berada di kolong bawah ranjang besi sebagai tempat tidur, di mana dari situlah istilah anak kolong berasal.

Ada anak-anak yang kemudian mengikuti jejak bapaknya, yakni bergabung di ketentaraan. Ada yang dibawa ke Belanda dan tidak sedikit menetap di tengah masyarakat sipil Hindia Belanda. “Namun pada umumnya anak-anak tersebut meninggalkan tangsi bersama ibu mereka,” tulis Reggie Baay dalam Nyai & Pergundikan di Hindia Belanda.

Secara umum, nasib anak-anak yang berasal dari tangsi militer KNIL mengenaskan. Menjelang akhir abad ke-19, banyak muncul anak-anak miskin dan gelandangan di Hindia Belanda. Sebagian besar berasal dari anak-anak tangsi militer.

Terdorong oleh rasa kemanusiaan, Johannes van der Steur, pada tahun 1890-an mendirikan sebuah panti di wilayah Magelang, Jawa Tengah. Lokasi panti berada di dekat markas garnisun. Johannes van der Steur berasal dari Harlem Belanda yang tiba di Hindia Belanda pada akhir 1892.

Steur memiliki misi menyebarkan agama sekaligus mengabdikan diri kepada pekerjaan-pekerjaan mulia, terutama di dalam kampemen tentara kolonial. Panti asuhan “Pa” van der Steur menerima anak-anak miskin dan yatim piatu hasil pergundikan.

Kabar berdirinya panti asuhan milik orang Belanda tersebut memantik anak-anak tangsi untuk berbondong-bondong datang. Tidak hanya anak-anak tangsi. Panti juga menerima anak-anak dari seluruh masyarakat Hindia Belanda yang berasal dari lingkungan yang beragam.

Dalam salah satu suratnya Van der Steur menyampaikan hal itu. “Kami menampung anak-anak fuselier, kapten pasukan berkuda, juru tulis dan asisten residen. Dari buruh perkebunan yang sedehana dan para pegawai administrasi perkebunan yang angkuh. Ada anak-anak orang Perancis, Belgia, Italia, Jerman dan Swiss. Tetapi yang paling banyak adalah anak-anak orang Belanda”.

Saat itu masyarakat tangsi militer KNIL, termasuk anak-anak hasil pergundikan dipandang sebagai entitas tersendiri, di mana masyarakat sipil Hindia Belanda maupun masyarakat Eropa sulit menerimannya. Anak-anak yang lahir dari rahim para nyai biasanya lantas melanjutkan hidup sebagai serdadu.

Sedangkan anak-anak perempuan melanjutkan jejak ibunya, yakni hidup sebagai nyai untuk para tentara. Masyarakat sipil menganggap orang-orang tangsi sebagai orang yang bodoh, biadap, tidak dapat dipercaya dan sangat rusak. Mereka tidak diberi ruang untuk mengembangkan dan memajukan diri.

Anak-anak Indo Eropa hasil pergundikan pada akhirnya ada juga yang membentuk kelas sosialnya sendiri. Banyak dari mereka yang kemudian bekerja sebagai tukang, penjahit, petugas telegraf, tukang pos, mekanik dan petugas pengukuran kadaster.  

Masyarakat sipil Eropa memandang anak-anak hasil pergundikan tangsi sebagai hal yang mengerikan. “Mereka dilihat sebagai wujud kebobrokan moral orang-orang Eropa di koloni,” tulis Reggie Baay.

Salah seorang Belanda yang menentang keras praktik pergundikan di tangsi militer adalah Johannes van der Steur. Ia menyurati Direktur Pendidikan Agama dan Industri yang intinya mendesak segera dilangsungkan pernikahan sebanyak mungkin.

Saat itu para pimpinan militer bersikukuh menolak. Dalam suratnya kepada Gubernur Jenderal W Rooseboom (1899- 1904) seorang pimpinan militer berpendapat semua akibat negatif tak dapat mengimbangi berbagai keuntungan besar yang didapat dari pergundikan tangsi.

Roosebooom menyatakan mendukung pergundikan. Begitu pula dengan Gubernur Jenderal Van Heutsz, penggantinya yang mantan perwira KNIL. Heutsz juga mendukung praktik pergundikan di dalam tangsi militer.  

Pada tahun 1911, perdebatan soal pergundikan berlangsung semakin sengit dan jumlah orang yang menentang bertambah banyak. Pada tahun 1913 Gubernur Jenderal Hindia Belanda A.W.F Idenburg, yakni pengganti Van Heutsz berani mengambil sikap beda.

Idenburg membuat pernyataan terbuka bahwa praktik pergundikan akan dihapuskan secara bertahap. Setelah tahun 1913 praktik pergundikan di dalam tangsi militer pun menurun drastis. Jumlah pergundikan terus menyusut.

Pada tahun 1919 Gubernur Jenderal J.P Graaf van Limburg Stirum secara resmi mengumumkan praktik pergundikan di dalam tangsi tentara, dilarang. S. Weijl, bekas anggota militer yang mendukung pergundikan mengeluhkan larangan itu.

Meski nilai agama dan susila melarang, baginya praktik pergundikan tidak bisa serta merta dihapuskan. “Penghapusan pergundikan akan mengakibatkan keburukan yang jauh lebih besar,” katanya seperti dikutip dalam Nyai & Pergundikan di Hindia Belanda.

Editor : Prayudianto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut