JAKARTA, iNews.id - Saat peluncuran Buku 'Kemunduran Demokrasi dan Resiliensi Masyarakat Sipil', Selasa (29/3/2022), Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta LP3ES ikut memperbaiki arah perjalanan bangsa. "Saya pikir, LP3ES sebagai lembaga riset non pemerintah tertua yang ada di Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk ikut mengembalikan arah perjalanan bangsa yang saya anggap sudah semakin salah arah," ujarnya.
Apalagi, LP3ES telah melahirkan nama-nama besar kaum pemikir dan cendekiawan Indonesia yang berwawasan kebangsaan dan berjiwa negarawan.
"Bangsa yang besar ini tidak bisa kita serahkan nasibnya hanya kepada politisi yang kerap berpikir tentang next election. Kita harus serahkan bangsa ini kepada negarawan memikirkan tentang next generation," tutur LaNyalla.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu juga menyebut jika hegemoni partai politik, sekaligus tirani mayoritas partai politik di Senayan adalah persoalan mendasar bangsa. Hal ini menjadi salah satu kecelakaan yang diakibatkan Amandemen Konstitusi 2002.
"Amandemen Konstitusi memberi ruang terlalu besar kepada partai politik. Akibatnya, yang terjadi adalah hegemoni partai menjadi tirani baru, yang bekerja dengan pola zero sum game. Makanya saya katakan, Demokrasi di Indonesia sejak Amandemen telah berubah arti, karena bukan lagi; ‘dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’, tetapi telah berubah menjadi; ‘dari rakyat, oleh partai, dan untuk kekuasaan’," tukasnya.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla juga mengatakan jika kerangka berpikir negarawan harus dikedepankan untuk tolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Menurut saya, persoalan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden harus kita tolak dengan menggunakan kerangka berpikir seorang negarawan. Bahwa penolakan itu adalah prinsip yang dikehendaki bangsa ini," tutur LaNyalla
Senator asal Jawa Timur itu menegaskan, Bangsa ini sudah sepakat bahwa masa jabatan presiden hanya 5 tahun, dan maksimal 2 periode. Bukan 3 atau 4 periode.
"Pemilu adalah mekanisme evaluasi yang diberikan kepada rakyat setiap 5 tahun sekali. Bukan 7 tahun atau 8 tahun.
Ini prinsip. Sehingga meskipun kekompakan partai politik bisa mengubah Konstitusi, tetapi prinsip ini adalah amanat kebangsaan," katanya.
Oleh karena itu, sambung LaNyalla, DPD RI akan berada dalam posisi menolak hal itu.
Editor : Prayudianto