Hayam Wuruk, Raja Majapahit yang Dikenal Dekat Dengan Rakyat, Pandai Menari Topeng dan Mendalang
JAKARTA, iNewsTuban.id - Pemerintahan Hayam Wuruk pada 1341 sampai 1389 Masehi membawa Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan. Hampir semua kerajaan di Nusantara berada di bawah kekuasaan Majapahit saat dirinya berkuasa
Hayam Wuruk merupakan cucu Raden Wijaya dengan Gayatri Rajapatni, putri Raja Kertanegara. Keberhasilannya itu tak lepas dari kepemimpinannya yang selalu memperhatikan rakyat.
Bahkan Hayam Wuruk disebut sering melakukan lawatan untuk menemui langsung rakyatnya. Hal itu dikisahkan dalam Kakawin Negarakertagama.
Salah satunya dilakukan Hayam Wuruk dengan melakukan perjalanan ke Pajang pada 1351. Lalu ke daerah Lasem pada 1354, ke pantai selatan Ladoya pada 1357, Lamajang (Lumajang) pada 1359, Sempur pada 1360, dan Blitar pada 1361.
Hayam Wuruk juga tercatat melakukan perjalanan ke wilayah Simping pada 1362-1963 dan meresmikan candi di sana. Disebutkan tidak ada raja yang melakukan perjalanan lawatan menemui rakyat sebanyak Hayam Wuruk.
Dia juga dikenal sangat peduli dengan pembangunan candi sebagai sebuah karya agung, arsitektur, kesusastraan, pemerintahan, dan lainnya. Hayam Wuruk juga sangat peduli dengan pendidikan rakyatnya. Saat melakukan perjalanan-perjalanan itu, Hayam Wuruk banyak melakukan istirahat di asrama-asrama Brahmana dan melihat putra putri Majapahit belajar.
Melalui perjalanan lawatan itu, Hayam Wuruk juga berhasil menjalin hubungan baik dengan daerah-daerah bawahan Majapahit. Lebih jauh, dia jadi lebih mengetahui kehidupan masyarakat Majapahit yang mayoritas petani itu.
Oleh sebab itu, tak heran jika Hayam Wuruk dikenal sebagai Raja Majapahit yang sangat dekat dengan rakyatnya. Bila diminta pembesar menari dan melawak, dia tidak segan untuk bernyanyi dengan suara yang sangat merdu.
Hayam Wuruk juga dikenal pandai menari topeng sambil melawak. Saat dia menari, permaisurinya tidak segan untuk mengiringi dan berduet dengan dirinya. Bahkan, Hayam Wuruk juga sangat pandai mendalang.
Di antara yang diperhatikan Hayam Wuruk dalam kegiatan lawatannya itu yakni kesejahteraan masyarakatnya dengan melakukan sejumlah pembangunan wilayah yang dilalui, seperti jalan, jembatan, rumah ibadah, dan lainnya.
Berbagai prasasti dan tanggul-tanggul sungai dibangun Majapahit untuk menunjang ekonomi petani. Namun, sumber penghidupan masyarakat Majapahit saat itu bukan hanya dari tani, tetapi juga dari perdagangan antarpulau maupun internasional. Hal ini tampak dari banyaknya tempat penyeberangan dan kota pelabuhan.
Peninggalan itu terlihat di tepi aliran Sungai Brantas dan Sungai Solo. Sedang tempat penyebrangan yang dimaksud yakni Canggu, Trung, dan Surabaya. Perdagangan Majapahit saat itu adalah garam, beras, lada, intan, cengkeh, dan pala.
Kemudian juga kayu cendana dan gading. Kualitas barang-barang tersebut sangat baik dan diminati internasional.
Berdasarkan berita Cina, Majapahit masa itu telah menjalin hubungan dagang internasional dan persahabatan dengan sejumlah kerajaan-kerjaan besar lainnya, seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa, dan Kamboja.
Di luar itu, Kerajaan Majapahit pada masa Hayam Wuruk juga juga telah menerapkan sistem pajak pada warganya, berupa pajak usaha, pajak tanah, pajak profesi, pajak orang asing, dan pajak eksploitasi sumber daya alam.
Pada masa Hayam Wuruk, aktivitas perdagangan dan pajak mata uang emas sudah mulai ditinggalkan. Menurut Poesponegoro dan Notosusanto, mata uang masa Hayam Wuruk memakai gobog, seperti uang kepeng Cina.
Uang gobog dibuat dari campuran perak, timah putih dan timah hitam. Uang gobog ini menggunakan motif lokal dan biasa digunakan masyarakat di pasar Majapahit sebagai pecahan kecil dalam berdagang.
Editor : Prayudianto