Kurikulum Merdeka sebagai Solusi Learning Loss

Nabrisi Rohid
Nabrisi Rohid, Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya.

TUBAN, iNewsTuban.id - Kebijakan Kurikulum Merdeka (KM) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) merupakan opsi yang diberikan kepada satuan pendidikan dalam rangka pemulihan pembelajaran. Kebijakan kurikulum secara nasional baru akan dilakukan oleh Kemendikbudristek pada tahun 2024 nantinya berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran. Kebijakan KM sendiri dilatarbelakangi oleh adanya pandemi Covid-19 yang masuk ke Indonesia pada awal 2020. Pandemi tersebut memberikan dampak yang signifikan terhadap proses pembelajaran di satuan pendidikan.

 

Sebelum masa pandemi, Kurikulum 2013 (K-13) menjadi satu-satunya kurikulum yang diterapkan pada satuan pendidikan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan data Pusat Informasi Kemendikbudristek, 31,5% sekolah yang menggunakan kurikulum darurat menunjukkan, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% (literasi) dan 86% (numerasi). Sehingga pada masa pandemi tahun 2020 s.d. 2021, K-13 dan Kurikulum Darurat (K-13 yang disederhanakan) menjadi acuan dalam proses pembelajaran. Kemudian masa pandemi 2021 s.d. 2022 Kemendikbudristek mengeluarkan kebijakan penggunaan K-13, Kurikulum Darurat dan Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak (SP) dan SMK Pusat Keunggulan (SMK-PK).

 

KM dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. KM mempunyai karakteristik utama dalam mendukung pemulihan pembelajaran. Pertama, pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila. Kedua, fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Ketiga, fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan siswa dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Tahun 2022 s.d. 2024 menjadi masa pemulihan pembelajaran dimana satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam menentukan dan menerapkan salah satu kurikulum untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran (Learning Loss). Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Assasemen Pendidikan Kemendikbudristek pada saat rapat kerja bersama komisi X DPR RI mengungkapkan bahwa tahun 2024 nantinya menjadi penentu munculnya kebijakan kurikulum nasional berdasarkan evaluasi terhadap penerapan kurikulum pada masa pemulihan pembelajaran. Evaluasi ini menjadi acuan Kemendikbudristek dalam mengambil kebijakan lanjutan pasca pemulihan pembelajaran.

 

Pelaksanaan pembelajaran dalam KM melalui 3 (Tiga) tahapan. Pertama, Asesmen diagnostik yang dilakukan dengan cara guru melaksanakan asesmen awal untuk mengenali potensi, karakteristik, kebutuhan, tahap perkembangan dan tahap pencapaian pembelajaran siswa. Asesmen umumnya dilaksanakan pada awal tahun pembelajaran, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melakukan perencanaan lebih lanjut terkait metode pembelajaran yang sebaiknya digunakan. 

 

Kedua, perencanaan yang diwujudkan dengan cara guru menyusun proses pembelajaran sesuai dengan hasil asesmen diagnostik, serta melakukan pengelompokan siswa berdasarkan tingkat kemampuan. Ketiga, pembelajaran, selama prosesnya guru akan mengadakan asesmen formatif secara berkala, untuk mengetahui progres pembelajaran murid dan melakukan penyesuaian metode pembelajaran, jika diperlukan. Pada akhir proses pembelajaran, guru juga bisa melakukan asesmen sumatif sebagai proses evaluasi ketercapaian tujuan pembelajaran.

Editor : Prayudianto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network