JAKARTA, iNewsTuban.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi terjadi selama empat bulan berturut-turut sepanjang 2024. Hal ini terutama disebabkan suplai yang berlimpah.
Berdasarkan data BPS, deflasi secara bulanan (month-to-month/mtm) Agustus 2024 sebesar 0,03 persen. Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 2,12 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,06.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar menilai bahwa penurunan harga yang disebabkan oleh suplai berlebih biasanya tidak mencerminkan adanya masalah di sisi permintaan, tetapi lebih pada ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan yang sementara.
"Beberapa indikator makroekonomi dapat digunakan untuk mengukur daya beli. Peningkatan tingkat pengangguran, atau stagnasi dalam pertumbuhan upah dapat menunjukkan bahwa konsumen merasa kurang optimis terhadap kondisi ekonomi dan mengurangi pengeluaran mereka. Saat ini, pertumbuhan upah di Indonesia sangat kecil," kata Media dalam Celios Biweekly Brief, Senin (2/9/2024) malam.
Dia menambahkan, penurunan dalam kredit konsumsi juga menjadi tanda bahwa masyarakat cenderung menahan belanja, yang mengindikasikan penurunan daya beli.
"Meskipun faktor kelebihan suplai penting, analisis terhadap indikator-indikator ini jauh lebih relevan," tuturnya.
Adapun Celios menilai, banyak masyarakat akhirnya mencari jalan lain di luar keuangan formal, seperti pinjaman online (pinjol) ilegal.
"BPS juga bisa menggunakan indicator persentase masyarakat menggunakan pinjol illegal untuk menunjukkan penurunan daya beli masyarakat (keuangan informal)," ucapnya.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait