Polri Perlu Benahi Pelayanan, ini Catatan Imparsial di 100 Hari Pemerintahan Prabowo

iNews.id
Catatan Imparsial di 100 Hari Pemerintahan Prabowo: Polri Perlu Benahi Pelayanan

Jakarta, iNewsTuban.id - Imparsial memberikan penilaian terhadap sisi penegakan hukum 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Terdapat berbagai kasus yang melibatkan tindak pidana maupun kekerasan yang melibatkan anggota kepolisian.

Salah satu contoh kasusnya adalah penembakan bos rental mobil di KM 45 Tangerang Selatan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI AL. Di mana pada saat itu Kapolsek Cinangka AKP Asep Irawan disebut menolak laporan masyarakat. Namun Polri bisa bertindak cepat dengan mencopot Kapolsek Cinangka dari jabatannya.

"Tindakan tegas dari institusi Polri terhadap Kapolsek Cinangka ini sudah tepat dan tentunya dapat menjadi pelajaran bagi anggota kepolisian yang lain di berbagai daerah terkait bagaimana mereka seharusnya merespons aduan dari masyarakat,” kata Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra, Sabtu (25/1/2025).

Untuk itu, menurut Imparsial, yang menjadi catatan dalam 100 hari pemerintahan Prabowo ini yakni Polri perlu meningkatkan kinerjanya terkait dengan pelayanan masyarakat. ”Jangan sampai ada lagi laporan masyarakat yang diabaikan," sambungnya.

Di sisi lain, Imparsial menilai Polri mengambil langkah tepat dalam kasus penembakan warga sipil dengan mencopot Kapolrestabes Semarang. "Harapannya hal ini dapat menjadi deterrence bagi seluruh jajaran Polri agar kesalahan-kesalahan di masa datang dapat diminimalisir," ujarnya.

Imparsial juga menyoroti usulan menempatkan lembaga kepolisian di bawah kementerian. Ardi melihat respons masyarakat yang ingin menempatkan lembaga penegak hukum tersebut di bawah kementerian terlalu reaktif dan tanpa kajian.

Hal itu tidak secara mendalam melihat permasalahan sesungguhnya yang ada di tubuh kepolisian. Seperti masih terbatasnya sarana dan prasarana Polri untuk mendukung kerja-kerja di lapangan. Kemudian terbatasnya kapasitas SDM, serta kurangnya keterampilan yang bersifat teknis dalam menangani berbagai persoalan yang diadukan kepada kepolisian.

Untuk itu Polri perlu mengkaji secara bersama-sama dengan masyarakat sipil. ”Terkait bagaimana mengatasi berbagai akar persoalan tersebut agar didapatkan solusi yang komprehensif," tuturnya.

Langkah yang tepat, menurut Ardi, Polri bisa melakukan evaluasi sistem internal yakni peraturan kapolri (Perkap) atau petunjuk teknis (Juknis) tentang pelaksaanan tugas kepolisian apakah sudah tepat dan ramah terhadap isu hak asasi manusia. Dia menyebut beberapa perkap perlu ditinjau ulang, khususnya yang berkaitan dengan tugas kepolisian terutama dalam pelayanan masyarakat.

Selain itu, perlu adanya pengawasan pelaksanaan perkap tersebut agar berjalan berjalan semestinya. Kedua, terkait sarana dan prasarana, kantor kepolisian di seluruh Indonesia tidak memiliki fasilitas yang sama, khususnya dalam merespon laporan atau aduan masyarat. Hal ini perlu diperhatikan oleh kepala kepolisian baik pada tingkat wilayah, daerah, maupun pusat.

”Ketiga, adalah kualitas sumber daya anggota kepolisian yang secara berkesinambungan perlu mendapatkan peningkatan dari institusi. Tidak lagi bergantung pada pribadi masing-masing anggota," jelasnya.

Dengan adanya peninjauan ulang terkait perkap dan juknis, dia berharap institusi kepolisian bisa semakin profesional dalam menjalan tugas. Baik dalam pelayanan dan penegakan hukum sesuai prinsip hak asasi manusia.

Yang paling penting, Polri meninggalkan budaya militeristik di zaman Orde Baru. Hal ini karena Polri sejatinya sudah terpisah dari TNI sejak Era Reformasi 1998. Untuk itu berbagai pendekatan Polri haruslah bersifat humanis dan akuntabel. ”Kami juga berharap Polri juga lebih terbuka dan akuntabel dalam perumusan kebijakan strategis Polri dengan melibatkan akademisi dan kelompok masyarakat sipil," tandasnya.

Ardi juga mengapresiasi Polri meski dalam 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo sudah menghadapi berbagai masalah. Dia mengapresiasi langkah Polri yang dalam beberapa kasus telah merespon secara tegas anggotanya yang melakukan pelanggaran. Menurut catatan Imparsial dari monitoring pemberitaan media, dalam 100 hari terakhir terdapat 414 anggota Polri yang mendapatkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di seluruh Indonesia.

Catatan ini belum termasuk bagi oknum yang mendapatkan demosi, mutasi, atau penundaan kenaikan pangkat dalam waktu tertentu. "Hal yang paling penting sebenarnya bagaimana sistem pengawasan di Kepolisian bisa mencegah anggota dari berbagai pelanggaran tersebut. Karena bagaimanapun juga, jika sudah terjadi pelanggaran maka citra Polri yang akan dipertaruhkan," tegasnya.

Editor : Prayudianto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network