Akhirnya, Gus Dur pun masuk dan mengambil salah satu pusaka. Ternyata, yang diambil Gus Dur adalah sebuah buku. Kemudian, ia diminta mengambil satu lagi dan memperoleh kain. Bagitu dibuka di luar ruangan, buku yang terambil adalah Al-Qur’an. Artinya, Al-Qur’an ini menjadi pegangan hidup.
“Kalau selendangnya sendiri, apa artinya Gus”, tanya Sastro.
“Embuh, mungkin untuk nggendong bongso”, jawab Gus Dur. Yang artinya, “Tidak tahu, mungkin untuk menggendong bangsa”.
Selanjutnya, al-Qur’an yang terambil itu diminta kembali sedangkan selendangnya boleh dibawa pulang. “Wah, beliau yang dimakamkan di sini ternyata wali kutub yang menyembunyikan diri”, kata Gus Dur.
Gus Dur Memimpikan Makam Syekh Panjalu
Banyak makam orang-orang terpilih yang kurang dikenal atau bahkan tidak diketahui keberadaannya sehingga tidak ada yang memelihara atau menziarahi. Gus Dur boleh dikata seorang “pemburu dan penemu” makam-makam orang suci penyebar Islam yang diabaikan sehingga pada akhirnya diziarahi banyak orang.
Sulaiman, asisten Gus Dur, menuturkan bahwa suatu ketika di awal 1990-an, Gus Dur bermimpi menziarahi sebuah makam yang ada di tengah nusa, dan diminta untuk datang pada tengah malam serta membaca istighfar sebanyak 1.000 kali.
Tentu, teka-teki makam di tengah nusa ini bikin penasaran, di mana letaknya dan makam siapa gerangan. Setelah mencari informasi sana-sini, ternyata yang dimaksud dengan makam di tengah nusa adalah makam Syekh Panjalu yang lokasinya berada di pulau Nusa Gede di tengah Situ Lengkong. Makam ini terletak di sebuah bukit berhawa sejuk di Ciamis, Jawa Barat, yang dikelilingi beberapa gunung. Ketika itu, makam tersebut baru dikenal di lingkungan masyarakat lokal.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait