Sunan Bonang, Dakwah Islam Lewat Gamelan dan Puisi Mistikal, ini Kisahnya

MADURA, iNewsTuban.id - Sunan Bonang dikenal luas sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah penyebaran Islam di Tanah Jawa. Sebagai anggota Wali Songo, dia menempuh jalan dakwah yang unik yakni memadukan musik gamelan, sastra, dan spiritualitas sufi untuk menyentuh hati masyarakat Jawa.
Dengan pendekatan yang lembut dan estetis, Sunan Bonang tak hanya menyebarkan Islam, tetapi juga membentuk identitas budaya baru bagi Jawa. Dia menjembatani nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal yang telah mengakar selama berabad-abad.
Dakwah Sunan Bonang: Ketika Gamelan Jadi Jembatan Spiritualitas
Nama asli Sunan Bonang adalah Raden Maulana Makhdum Ibrahim, putra dari Sunan Ampel. Dalam berdakwah, dia tidak menempuh jalur konfrontatif.
Sebaliknya, dia menggunakan gamelan, alat musik tradisional Jawa sebagai media dakwah. Melalui tembang-tembang bernuansa sufistik, ajaran Islam disisipkan halus, menyentuh tanpa menghakimi.
Pendekatan ini membuat Islam diterima dengan sukarela dan penuh cinta oleh masyarakat yang sebelumnya menganut Hindu dan Buddha.
Suluk Wijil: Puisi Mistikal yang Menjadi Cermin Transisi Zaman
Salah satu karya paling fenomenal Sunan Bonang adalah Suluk Wijil. Naskah ini berbentuk dialog antara guru sufi dengan muridnya, Wujil, seorang bekas budak istana Majapahit.
Tembang-tembang dalam Suluk Wijil menggunakan gaya Aswalita dan Dhandhanggula, berbeda dari pakem Hindu kala itu. Ini menjadi simbol transisi budaya besar dari Majapahit menuju era Islam di Jawa Timur.
Tak hanya indah secara sastra, suluk ini menyimpan ajaran tasawuf mendalam tentang pencarian jati diri, ketundukan kepada Tuhan, dan makna sejati kehidupan.
Primbon Bonang: Warisan Fikih, Tauhid dan Etika Hidup Saleh
Selain puisi mistikal, Sunan Bonang juga meninggalkan warisan spiritual monumental: Primbon Bonang. Kitab ini membahas fikih, tauhid, tasawuf, hingga etika hidup yang mulia.
Uniknya, dalam kitab ini, Sunan Bonang secara eksplisit menyebut "Ihya Ulumuddin" karya Imam Al-Ghazali sebagai referensi utama. Hal ini menunjukkan betapa ia mengintegrasikan khazanah keilmuan Islam global ke dalam budaya lokal.
Ajarannya menekankan pentingnya keselarasan antara syariat lahiriah dan tasawuf batiniah, demi kebahagiaan dunia-akhirat.
Melalui musik, puisi, dan pemikiran, Sunan Bonang tidak hanya berdakwah, dia membangun sintesis peradaban. Islam tidak hadir sebagai penghapus budaya, tapi sebagai ruh baru yang menghidupkan budaya lokal.
Itulah mengapa Sunan Bonang hingga kini dikenang bukan hanya sebagai ulama, tetapi juga seniman spiritual dan reformis budaya. Peran besarnya tak hanya membentuk wajah Islam di Jawa, tapi juga karakter masyarakat Jawa yang santun dan spiritual.
Warisan Sunan Bonang Hidup dalam Kesenian dan Spiritualitas Nusantara
Hari ini, pesan-pesan Sunan Bonang tetap hidup dalam gamelan, tembang, dan ajaran sufi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di tengah modernitas, karya dan dakwahnya menjadi pengingat akan pentingnya kearifan lokal dalam menyampaikan nilai universal.
Sunan Bonang membuktikan bahwa agama dan budaya bisa bersinergi, bukan saling meniadakan. Warisannya menjadi inspirasi abadi bagi bangsa Indonesia yang plural, spiritual, dan berbudaya.
Editor : Prayudianto