Meski Sulit, Raja Mataram Berjanji Bangun Tempat Penyeberangan di Tepi Sungai Bengawan Solo
JANJI politik Raja Mataram membangun sebuah bangunan di tepi Sungai Bengawan Solo berhasil dituntaskan meski cukup sulit saat itu.
Dyah Balitung sempat menjanjikan membangun tempat penyeberangan di Paparahuan tepi aliran Sungai Bengawan Solo yang kini masuk wilayah Desa Praon, Wonogiri.
Janji itu diumbar Dyah Balitung saat berkunjung ke lokasi kekuasaannya. Proses pembuatan bangunan penyeberangan ini diabadikan dalam Prasasti Telang tahun 825.
Saat itu, Rakai Watukura Dyah Balitung mulai melaksanakan ekspansi perluasan kekuasaan wilayah Kerajaan Mataram ke timur.
Dyah Balitung juga menetapkan sima atau daerah bebas pajak di Desa Telang, Mahe, dan Paparahuan. Karena janjinya, Dyah Balitung jika telah terpilih menjadi raja akan membuatkan suatu bangunan, maka dia pun menepatinya.
Dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia II : Zaman Kuno", janji Dyah Balitung ini tercatat dengan bunyi nazar seorang raja yang telah memerintah sebelumnya yaitu haji dewata sang lumah ing satasrngga atau sama dengan raja yang telah diperdewakan dan dimakamkan di Satasingga.
Siapa tokoh ini yang juga disebut dalam Prasasti Poh tahun 827 Saka atau 17 Juli 905 M dengan sebutan maharaja sang lumah ing satasrngga. Sayangnya, sosok ini belum dapat diidentifikasikan.
Satasingga mungkin sekali harus dicari di sekitar pegunungan Dieng seperti yang dapat disimpulkan dari prasasti Kuti tahun 762 Saka atau 18 Juli 804 M.
Di dalam prasasti itu Gunung Satasıngga disebut sesudah Gunung Dihyang. Yang diperintahkan untuk membuat tempat penyeberangan adalah Rakai Wlar pu Sudarsana.
Setelah selesai dibuat tempat penyeberangan dengan tambatan perahunya, dua perahu dan dua buah lagi untuk cadangan, serta tempat penjagaannya, maka pejabat desa di sekeliling ketiga desa yang ditetapkan menjadi sima dimintai persetujuan tentang diadakannya tempat penyeberangan tersebut. Semuanya memberikan persetujuan.
Adapun kewajiban para petugas penyeberangan yakni melayani orang- orang yang melewati jalan itu setiap hari tanpa memungut bayaran.
Mereka itu mendapat imbalan dari hasil pajak yang masuk dari Desa Telang, Mahe, dan Paparahuan sebanyak 9 masa emas setiap tahunnya.
Editor : Prayudianto