Lebih Dekat dengan Prof RM Soedarsono, Arsitek Tugu Monas yang Tak Pernah Sekolah Arsitektur

Thomas Pulungan
Soedarsono merupakan salah satu dari tiga arsitek Monas. Dia seorang seniman musik dan tari yang tak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang arsitektur. Foto: Perpustakaan Nasional

Badan tugu menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan semangat yang berkobar dan tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia.

Soedarsono sebenarnya tidak pernah mengenyam pendidikan/sekolah formal di bidang arsitektur. Bakatnya dalam dunia arsitektur muncul secara autodidak alias lewat latihan dan pengalaman.

Hanya saja, saat di Bandung sebelum masa pendudukan Jepang, Soedarsono berguru kepada insinyur bangunan dan pengembangan kota bernama Thomas Nix. Saat itu Nix bertugas di kantor Balai Kota Bandung dan mengerjakan bangunan militer serta perumahan sipil.

Soedarsono merupakan seniman kelahiran Yogyakarta 1 Mei 1933 dan meninggal dunia 16 Oktober 2018. Namanya dikenal secara luas melalui karya-karyanya berupa koreografi dan buku-buku yang diterbitkan, baik di dalam maupun luar negeri. Soedarsono juga merupakan salah satu guru besar bidang Seni dan Sejarah Budaya di Fakultas Ilmu Budaya dan program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM).

Soedarsono menyelesaikan pendidikan di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM. Setelah lulus dari UGM, dia mengawali kariernya di kampus almamaternya sebagai asisten pengajar asing Prof Mookerjee dan Dr DC Mulder. Kemudian diangkat sebagai Pembantu Dekan III, dan beberapa tahun kemudian Pembantu Dekan I.

Tahun 1962, bersama C Hardjosubroto ia berhasil mendirikan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI). Setelah ASTI diresmikan pada 30 November 1963, dia diangkat sebagai direkturnya. 

Soedarsono kemudian mengikuti pendidikan di bidang Etnomusikologi di University of Hawaii, dan tari di University of California Los Angeles/UCLA, Amerika Serikat. Setelah itu dia menyelesikan program doktornya di University of Michigan, Amerika Serikat (1982).

Dengan ketekunan, dalam waktu 6 bulan dia menyelesaikan disertasi berbahasa Inggris dengan judul Wayang Wong In The Yogyakarta Kraton History, Ritual Aspects, Literany Aspek, and Choracterization.

Hanya dalam waktu dua setengah tahun, dia berhasil menyelesikan program doktornya. Disertasinya tersebut kemudian diterbitkan Gadjah Mada University Press dengan judul Wayang Wong, the State Ritual Dance Drama in the Court of Yogyakarta. 

Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network