Makanan diangkut melalui tali dari atas jembatan, dan bunyi gemerincing menunjukkan bahwa makanan telah tiba. Tradisi ini telah berlangsung selama sembilan tahun. Selain itu, selama di kolong jembatan Hafiz sering menjadi tempat berhenti bagi para musafir untuk memasak.
Hafiz selalu sedia beras dan mi. Ia bahkan merawat sepasang burung perkutut yang tidak diikat, tetapi anak-anak mereka sering mati karena predator alami seperti ular. Hafiz mengatakan dia tidak pernah takut meskipun banjir sering terjadi. "Semua diserahkan kepada Allah," katanya dengan pasrah, tanpa khawatir jika ia sakit dan meninggal di tempat itu.
Ia membaca minimal satu juz Al-Quran setiap hari, dan kesehatan fisiknya sangat baik, dia hanya mengalami sakit kepala atau flu dua kali setahun. "Setiap orang memiliki peran hidupnya sendiri. Kita tidak menghakimi mereka karena itu sudah pilihan," tutur Hafiz.
Kisah Mas Hafiz menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati seringkali ditemukan dalam ketenangan batin dan kedekatan spiritual daripada kemewahan materi.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait