Jadi Langganan Yuni Shara, ini Kisah Said 70 Tahun Jualan Es Campur yang Kini Berangkat Haji

BATU, iNewsTuban.id - Kisah inspiratif datang dari Mochamad Said (86) penjual es campur di Kota Batu yang akan berangkat haji ke Tanah Suci Makkah, Arab Saudi. Dia berangkat bersama Kasiatun, istrinya setelah menabung dari hasil jualan es campur selama 50 tahun lebih.
Lokasi berjualannya tepat sebelah barat Masjid Agung An-Nur yang ada di Jalan Gajah Mada, Kota Batu, Jawa Timur. Di tempat ini, dia sudah berjualan nyaris 60 tahun lebih.
Said-sapaan akrabnya memang sudah lama berjualan es campur di Kota Batu. Awal dia memulai jualan es campur dengan membantu pamannya sejak Agustus 1954. Saat itu dia dan pamannya berjualan di Pasar Batu yang kini menjadi Alun-alun Kota Batu.
"Dulu tempatnya masih jelek, Batu masih ikut Kabupaten Malang. Ikut paman, terus lama-lama akhirnya punya usaha sendiri," ucap pria berusia 86 tahun tersebut, Jumat (16/5/2025).
Dia bercerita, awal mula memulai usaha jualan es campur karena memang sempat ingin beli es dawet di salah satu penjual kala itu, tapi tak mampu membelinya karena keterbatasan ekonomi. Akhirnya dia memilih untuk berjualan es campur dengan belajar dari pamannya.
"Saya itu dulu sekolah SD di sekolah China, karena kok saya sendiri yang Jawa, akhirnya setahun pindah di madrasah (Madrasah Ibtidaiyah). Tapi nggak lulus SD, memilih jualan es campur," katanya ditemui di rumahnya Jalan Lesti Gang IV Nomor 2, Kelurahan Ngaglik, Kota Batu.
Dia menjadi saksi hidup, bagaimana masa pemberontakan G30 SPKI di Kota Batu, mulai ditinggalkan para kaum Belanda, termasuk beberapa temannya yang kerap membeli es campurnya. Bahkan dia masih menjadi saksi hidup, Pasar Batu berada di Alun-alun Kota Batu, yang dibangun pada 1972 hingga 1976, tapi akhirnya tahun 1982 sempat terbakar.
"Dulu jualan di Pasar Batu yang sekarang alun-alun itu, (lokasinya) masih jelek, sekarang jadi alun-alun, sekarang masjidnya sudah jadi bagus, dulu masjidnya jelek masih kecil," katanya.
Sejak tahun 1980-an itulah dia mulai berjualan di barat Masjid Agung An-Nur Kota Batu hingga saat ini. Artinya, total dengan berjualan bersama pamannya sejak tahun 1954, nyaris 70 tahun lebih dia berjalan es campur. Lamanya dia berjualan membuat para pembeli kerap kali datang dan bernostalgia kembali menemuinya.
"Ada pembeli saya dulu waktu masih kecil kan nggak bisa beli es, saya kasih, jadi misalkan ada lima anak yang tiga beli es, dua itu nggak beli, nggak punya uang, ya saya kasih duanya, pokok semuanya harus dapat es. Ssoalnya teringat dulu saya pernah di posisi nggak mampu beli es dawet itu," ucapnya.
"Mereka itu kan sekarang ada yang sudah jadi polisi, TNI, jadi pengusaha juga ada, datang ke saya kangen ngerasain es campur saya katanya. Saya mau dikasih uang nggak mau, akhirnya dibelikan rokok. Dalamnya rokok itu dikasih uang Rp100.000-Rp200.000," ujarnya.
Bahkan kesederhanaan dan keakraban Said semasa muda dengan teman-temannya membuatnya kerap dibantu dan diberikan uang secara diam - diam, padahal dia tak memintanya. Beberapa teman bermainnya bahkan ada yang sampai kini menetap di Belanda dan menjadi warga negara Belanda mengikuti jejak orang tuanya.
"Teman-teman saya dulu yang orang China itu ada yang nawarkan mau dibuatkan depot, saya nggak mau, saya tolak, kalau teman ya teman, cuma kan saya usaha, mereka juga kerja, teman-teman Belanda juga gitu ngirim (ucapan), misah sama teman-teman itu tahun 60-an, mereka ke Belanda," ucapnya.
Bahkan pergaulan Said juga mengantarkannya berinteraksi dengan keluarga artis Yuni Shara. Orang tua Yuni Shara merupakan temannya dan kerap membeli es campurnya. Pernah suatu ketika dia ditanya oleh Yuni Shara, karena kesukaannya melihat seni keroncong, tapi dijawabnya sambil bercanda hobinya membuat es campur.
"Setiap hari jualan, kalau dulu jualan jam 7 sampai jam 11 malam, tapi sekarang jam 10 pagi sampai jam 5 sore. Malam itu sudah sepi, nggak ada orang jualan," ucap pria dua anak ini.
Aktivitas jualan itu dia geluti sampai kini. Bahkan dia berhasil berangkat haji dari hasil menyisihkan uang tabungan sejak lama. Dari awal berjualan dengan modal harga Rp1.000 dengan harga kini Rp6.000 per porsi. Keuntungan itu kemudian dia sisihkan Rp20.000-Rp30.000 setiap harinya dan diserahkan ke istri untuk ditabung.
"Pernah jualan harga Rp1 rupiah. Pernah Rp3.500, kalau sekarang Rp6.000. Itu gulanya 3 kilo, kalau dulu gulanya 10-12 kilo, turun sekarang. patokan gula yang lain terserah, ukurannya tidak bisa ngitung," katanya.
Kerja keras Said ditopang istrinya Kasiatun, yang pernah bekerja sebagai penyuluh Keluarga Berencana (KB) di Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Malang yang memegang Kecamatan Batu. Kasiatun bertugas sejak tahun 1973 di BKKBN hingga pensiun tahun 2000.
"Saya memegang Kecamatan Batu, dulu kan masih ikut Kabupaten Malang, megang 3 desa, total dulu 7 orang penyuluh, dulu masih susah, ke desanya itu ngikut mobil pickup lain, pernah numpang mobil isinya babi," kata Kasiatun.
Kini dia dan suaminya bersiap menjadi tamu Allah di Tanah Suci Mekkah, Arab Saudi. Keduanya menjadi bagian dari kloter 81, calon jamaah haji Kota Batu yang berangkat pada 25 Mei 2025 mendatang ke Makkah.
Editor : Prayudianto