Masalah Internal TITD Kwan Sing Bio Tjo Ling Kiong Tuban, ini Proses Fakta Hearing Komisi II DPRD

TUBAN, iNewsTuban.id - Komisi II DPRD Tuban menggelar hearing dengan berbagai pihak mengenai kisruhnya Klenteng atau TITD Kwan Sing Bio Tjo Ling Kiong di gedung DPRD setempat, pada 30 Juli 2025 kemarin.
Dalam hearing tersebut DPRD menghadirkan 25 orang yang terdiri dari 3 Penggugat, 14 Tergugat, 5 dari LBH KP.Ronggolawe, Kementerian Agama Tuban, FKUB Tuban dan Kabag Hukum Tuban.
Saat membuka acara, Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni menjelaskan, diketahui konflik klenteng terjadi sejak 2012 hingga sekarang. Konflik itu tidak hanya berdampak kepada umat, akan tetapi juga warga sekitar. Matinya aktivitas klenteng berpengaruh pada hilangnya perputaran ekonomi warga yang menggantungkan hidup dari hasil berjualan disekitar klenteng.
"Seperti tukang becak, toko kelontong, tempat makan, toko oleh-oleh dan UMKM lainnya," kata Fahmi Fikroni, Selasa (5/8/2025).
Ia menegaskan, dalam forum ini DPRD tidak mengundang dari pihak PH Penggugat. Sebab, forum ini adalah forum khusus untuk dengar pendapat para umat yang berkonflik. Dari pertemuan tersebut diharapkan bisa menemukan satu tujuan solusi demi kerukunan umat.
"Kalau LBH KP.Ronggolawe diundang karena lembaga yang mengajukan hearing," tambahnya.
Meski pada hearing itu pihak kuasa hukum penggugat meninggalkan ruangan, tetapi DPRD tidak mempersoalkan hal itu. Sebab, tujuan hearing sendiri demi mencari solusi bersama agar persoalan Klenteng Tuban segera tuntas.
"Kami persilahkan kalau dari Kuasa Hukumnya mau meninggalkan ruangan. Sebab, dalam list undangan mereka memang tidak diundang," paparnya.
Disisi lain, Perwakilan FKUB Kabupaten Tuban, KH Masduki menjelaskan, sebelumnya ada pertemuan lintas sektor pada 13 Juni 2025 yang dihadiri oleh Kejari, Kesbangpol, Kodim, FKUB dan Forkopimda. Hasil dari pertemuan tersebut antara lain umat bisa melaksanakan ibadah dengan tenang.
Lalu, urusan internal diserahkan kepada umat dan penyelesaian konflik didasarkan pada AD/ART. Selanjutnya, para pihak yang berkonflik mencari kesepakatan supaya terjadi kerukunan melalui musyawarah berdasarkan pada nilai-nilai keadilan dan kebersamaan.
"Keberadaan klenteng memberikan citra bagus terhadap Kabupaten Tuban sebagai wilayah yang memiliki indeks kerukunan umat beragama tertinggi di tingkat nasional," tutur Kiyai Masduki.
Ia berharap, konflik segera diselesaikan agar umat bisa beribadah dengan tenang. Tentu konflik ini sebaiknya diselesaikan dengan musyawarah diinternal umat. Pada prinsipnya harus menjalankan rekomendasi hasil pertemuan dan saling menjaga kerukunan beragama.
"Diselesaikan diinternal umat lebih penting," tegasnya.
Kabag Hukum Pemkab Tuban, Cyta Sorjawijati menerangkan, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan dalam memfasilitasi kerukunan umat beragama. Hal itu diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Selain itu, sesuai Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah.
"Hal ini tercantum dalam BAB VI Penyelesaian Perselisihan Pasal 21 Ayat (1). Perselisihan akibat pendirian rumah ibadah diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat. Dan ini diatur dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Kementerian Agama," urainya.
Sementara itu, Direktur LBH KP.Ronggolawe, Nunuk Fauziyah menyatakan, beberapa bulan lalu pihaknya telah mendengar konflik internal umat Buddha, Tao dan Konghucu yang beribadah di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban. Pemicunya diduga ada keterlibatan orang luar yang bukan umat telah ikut serta terlibat, tapi penyelesainnya melalui jalur hukum.
"Dari situlah akhirnya kami bersedia membuka ruang diskusi dengan seluruh umat yang statusnya sebagai Tergugat. Melalui pertimbangan tiga subtansi LBH KP.Ronggolawe memutuskan untuk memberikan penguatan identitas keagamaan," kata Nunuk sapaan akrabnya.
Tim LBH KP Ronggolawe rela mendampingi para tergugat supaya mereka dapat mempraktikkan ajaran agamanya dan melestarikan tradisi budaya Tionghoa. Apalagi sebelum terjadinya konflik mereka memiliki komunitas yang solid meskipun jumlah umatnya hanya 214 orang. Tentu sangat memungkinkan mereka berkumpul, berinteraksi dan membangun hubungan yang harmonis tanpa adanya konflik.
"Diakui ataupun tidak keberadaan klenteng di Tuban telah mampu berkontribusi dalam kegiatan ekonomi. Terutama warga sekitarnya yang berkaitan dengan aktivitas di klenteng. Akan tetapi adanya konflik internal yang tidak kunjung selesai bahkan saat ini 14 umat yang terpilih sebagai pengurus periode 2025-2028 digugat di Pengadilan Negeri Tuban. Disitulah kami hadir mendampingi mereka," jabarnya.
Menurut Nunuk sapaan akrabnya, terkait dengan agenda hearing pada di DPRD Tuban merupakan rangkaian dari alur pendampingan advokasi non-litigasi yang diberikan kepada umat. Tujuannya, agar DPRD dan Pemkab Tuban dapat mendengarkan secara langsung pendapat dan suara hati para umat yang sedang berkonflik dan tidak bisa beribadah dengan tenang. Sedangkan, keinginan umat hanya berharap bisa beribadah dengan tenan tanpa ada rasa ketakutan seperti situasi kurang lebih 15 tahun yang lalu.
"Kami mengajukan hearing yang pertama adalah untuk memfasilitasi umat supaya bisa duduk bersama. Lalu, bisa menyampaikan keluh kesah terhadap persoalan yang dihadapi umat yang beribadah di Klenteng Tuban selama hampir kurang lebih selama 15 tahun," timpalnya.
Selanjutnya, yang kedua yaitu pelaksanaan hearing untuk mendapatkan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh umat. Sehingga, seluruh umat bisa beribadah dengan khusuk, tenang, bahagia tanpa ada kegelisahan dan ketakutan.
"Itulah sebabnya kami mengajukan hearing kepada Ketua DPRD Tuban dengan melibatkan beberapa instansi terkait. Siapa tahu dalam hearing ada solusi yang nantinya bisa diterima kedua belah pihak," imbuh mantan aktivis PMII ini.
Dilanjutkan oleh perwakilan umat bernama Vilia yang menyampaikan latar belakang adanya hearing di DPRD Tuban. Bahwa umat selama ini menjalankan ibadah dan berdoa dengan khusuk. Akan tetapi,, dengan adanya konflik yang tidak kunjung selesai akhirnya persatuan antar umat seakan-akan dikondisikan dalam situasi yang tidak lagi ramah. Diterimanya permohonan hearing oleh DPRD Tuban, tentu sangat merasa berada dalam kasih sayang dan menjadi sumber semangat kenapa kami sangat berharap bisa bertemu anggota dewan.
"Ijinkan kami menyampaikan latar belakang kenapa kami memiliki harapan yang sangat besar akan terlaksananya hearing pada hari ini. Bapak atau ibu yang kami muliakan tolong dan bantulah kami untuk menyelesaikan masalah demi masalah yang sedang umat hadapi dengan ramah dan rasa persaudaraan yang tinggi," pintanya.
Diharapkan, bukan memberikan jalan solusi penyelesaian konflik ini diranah hukum. Sebab, sebagian umat yang terpilih sebagai pengurus dan penilik atas terlaksananya pemilihan pada 8 Juni 2025 telah dilaporkan ke pengadilan Negeri Tuban dan status kami sebagai Tergugat.
Kemudian, Nunuk Fauziyah meluruskan kembali tujuan hearing hari ini adalah untuk memfasilitasi umat karena ketiga penggugat hadir dalam hearing maka seharusnya mereka bersedia berbicara. Jika mereka bertiga ada yang mau disampaikan silahkan dijabarkan saja. Namun, jika tidak ada yang disampaikan bilang saja tidak ada yang disampaikan.
"Saya sangat setuju dengan pendapatnya Bapak Ketua Roni, biarkan umat yang berbicara dahulu kalau PH nya mau menambahi dipersilahkan. Karena forum/hearing hari ini adalah untuk umat, tetapi kalau Kuasa Hukum mereka mau meninggalkan forum ini, kami persilahkan," pungkasnya.
Dari proses berjalannya hearing kemarin, LBH KP.Ronggolawe memiliki catatan penting yaitu;
1. LBH KP.Ronggolawe mengajukan Hearing ke Ketua DPRD Tuban dengan memberikan data list undangan yang dihadirkan yaitu Departemen Agama Kabupaten Tuban, Ketua Forum kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tuban, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Daerah Tuban. Lalu, undangan untuk umat Klenteng Kwan Sing Bio Tuban terdiri dari 14 orang tergugat dan 3 orang penggugat serta dari LBH KP.Ronggolawe.
Empat kuasa hukum dari penggugat tidak diundang, meskipun begitu kehadirannya dalam hearing tidak dipersoalkan dan diterima dengan hangat. Mungkin dengan kehadiran mereka bisa memberikan kontribusi baik demi terselesaikannya konflik, sehingga bisa tercapainya kerukunan umat beragama di klenteng.
Namun, sikap mereka justru memberikan kesan adanya relasi kuasa yang timpang antara penggugat dan Kuasa hukumnya. Hal ini dibuktikan dengan tidak mendorong kliennya sekedar mengucapkan salam tetapi langsung menyampaikan sudah diwakilkan. Sementara Ketua Komisi II sudah mempersilahkan terlebih dulu kliennya berbicara setelah itu dilanjutkan oleh Kuasa Hukumnya. Namun kesempatan tersebut tidak bisa dimanfaatkan dengan baik.
Untuk itu sangat berharap semoga ketiga penggugat yaitu Lianna Wati dan Nanik Gerilyawati keduanya sebagai karyawan klenteng serta Wiwit Endra Setijoweni sebagai mantan karyawan klenteng tidak mengalami tekanan psikologi yang berat. Sehingga, berdampak pada kecemasan, gangguan emosional dan kesulitan penyesuaian sosial.
2. Seharusnya Kuasa Hukum dari penggugat menyadari kehadiran mereka yang tidak diundang agenda Hearing bisa memahami tentang subtansi hearing. Judul pertemuannya adalah Hearing bukan persidangan di Pengadilan Negeri namun pada kenyataanya beberapa kali Heri menyebutkan “forum pengadilan" saat berbicara. Sehingga, yang terkesan oleh undangan hearing mereka memposisikan seperti proses persidangan. Karena itulah ketika Direktur LBH KP.Ronggolawe saat diwawancarai beberapa wartawan terkait dengan sikap walk out nya Kuasa Hukum dengan alasan tidak diberikan hak bicara memberikan saran kepada semua Kuasa Hukum penggugat supaya belajar lagi tentang manajemen organisasi.
Jika tidak menguasai soal subtansi tersebut pada akhirnya bisa mempermalukan dirinya sendiri dan ujung-ujungnya merasa menjadi korban. Kurangnya memahami berorganisasi dapat berdampak buruk pada keberlangsungan kaderisasinya seperti kemampuan mengelola manajemen sikap dan pengambilan keputusan.
3. Dalam gugatan di PN Tuban Nomor: 25/PDT.G/PN TBN pada tanggal 14 Juli 2025, Heri Tri Widodo tidak terdaftar sebagai Kuasa Hukum dari ketiga Penggugat, tapi dalam fakta hearing dia mengatakan sebagai kuasa hukum.
4. Rilis ini dikeluarkan oleh LBH KP.Ronggolawe untuk memberikan informasi kepada publik terutama warga Tuban. Terlebih, tentang fakta-fakta proses berjalannya hearing dengan benar, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dan dimanfaatkan pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
5. Dan memohon doa restu dari masyarakat terutama yang bukan umat, semoga upaya proses mediasi dan penyelesaian hukum di PN menuai hasil penyelesaian konflik dan umat bisa beribadah dengan tenang, perekonomian di sekitar klenteng tuban bisa berjalan baik seperti sedia kala serta yang tujuannya hanya memanfaatkan konfliknya segera disadarkan oleh Tuhan yang Maha Esa.
Editor : Prayudianto