get app
inews
Aa Text
Read Next : Pemberontakan PKI, Pemerhati Sejarah Tuban : Memahami G 30 S Tidak Boleh Sepenggal-sepenggal

Ini Filosofi Tradisi Gunungan Sayur Pada Grebek Pasar Baru Tuban

Jum'at, 10 Juni 2022 | 00:01 WIB
header img
Kyai Haji Agus Abdullah Rubaydi saat menjelaskan filosofi gunungan sayur. (Foto : iNews)

TUBAN, iNews id - Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) tahun 2022, yang ditutup dengan Grebek Pasar Baru Tuban. Dengan menggelar kesenian Reog dan Tongklek, hingga kirab gunungan sayur-mayur pada tanggal 31 Mei 2022 silam.

Namun tradisi kirab gunungan sayur mayur yang merupakan sebuah adat masyarakat suku Jawa yang masih tetap dilestarikan tersebut ternyata memiliki makna yang mendalam secara simbolis. 

Menurut Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Baru Kabupaten Tuban KH. Agus Abdullah Rubaydi menjelaskan, keberadaan budaya, seni dan agama merupakan sebuah mata rantai yang tidak bisa dipisahkan.

"Oleh karena itu, gunungan yang merupakan adat Jawa, memiliki makna kemakmuran bagi rakyat," sebutnya, Rabu (8/6/2022).

Ia melanjutkan, peletakan buah nanas yang berada di posisi paling atas. Nanas berasal dari kata Annas yang berarti manusia, yang memiliki arti kebebasan untuk berekspresi. Kemudian buah jeruk yang mempunyai makna dalam tatanan nilai dari leluhur.

"Jeruk ini adalah 'jejerane Maring kaweruh'. Ini adalah para punggawa yang bertujuan untuk mengawal manusia hidup di bumi," terangnya.

Selanjutnya, di urutan ke tiga ada buah kentang. Yang merupakan tanaman yang bisa tumbuh dan menghasilkan umbi di dalam tanah, yang merupakan perwujudan jati diri manusia seutuhnya juga bentuk cinta tanah air. 

"Untuk melindungi tatanan nilai-nilai laluhur kita, ini suatu yang wajib untuk mempertahankan bumi Pertiwi," terang Kyai Agus sapaan akrabnya.

Lalu dibawahnya ada mentimun, yang merupakan bentuk ajar, ajir dan ajur. Ajar merupakan perwujudan kaum cendikiawan. Ajir berasal dari kata ijir yaitu perekonomian suatu wilayah.


Gunungan sayur pada acara grebek pasar baru Tuban. (Foto : iNews)

"Ini tidak bisa diukur, karena perekonomian ini bisa benar-benar mendominasi dan mengalami peningkatan. Ini didasarkan atas persemakmuran kepada rakyatnya," bebernya.

Pada urutan kelima, ada buah sawo yang merupakan suatu bentuk tatanan barisan yang harus rapat. Diambil dari sabda Rasulullah yaitu 'Sawwuu shufuu fakum fainna taswiyata-shaffi min tamaamis-shalaah' yang artinya luruskanlah barisan kalian. 

"Karena dengan meluruskan barisan adalah merupakan bagian dari kesempurnaan sholat. Oleh karena itu dalam hal apapun untuk menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur terutama Pancasila adalah kebersamaan. Yang kita inginkan adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," imbuhnya.

Kyai Agus menjelaskan, mulai dari barisan pertama mulai nanas sampai sawo Adah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 

"Inilah kenapa Pancasila hanya memiliki 5 sila saja. Ini merupakan ajaran yang ada di Islam, sehingga Pancasila merupakan perwujudan syariat Islam," ungkapnya.

Pada barisan paling bawah ada jagung, yang memiliki makna simbolis 'jajaran poro agung' yaitu para pemimpin. Menurutnya, disebabkan sudah tidak ada potensi bagibrakyat untuk mempercayai para pemimpin saat ini.

"Karena pemimpin cenderung ingat kepada rakyat hanya saat ia membutuhkan pada musim pemilihan, namun setelah jadi rakyat akan dibuang mentah-mentah. Apapun yang menjadi keinginan dan aspirasi rakyat sama sekali tidak akan dihiraukan," pungkasnya.

Editor : Prayudianto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut