Arsitektur Unik dan Bernilai Sejarah, ini 5 Klenteng Terbesar di Semarang

Kurnia Illahi
Kelenteng Tay Kak Sie. (Foto: Laman Dinas Pariwisata Kota Semarang).

JAKARTA, iNewsTuban.id - Lima kelenteng terbesar di Semarang, Jawa Tengah memiliki sejarah dan tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Misalnya, Kelenteng Tay Kak Sie baru-baru ini menjadi titik persinggahan bagi para biksu Thudong dalam perjalanan spiritual mereka menuju Candi Borobudur

Kelenteng merupakan tempat ibadah umat Tridharma yang mencakup ajaran Konghucu, Taoisme dan Buddha Mahayana. Keberadaannya sangat erat dengan budaya China dan menjadi salah satu simbol spiritual serta pusat kegiatan sosial bagi komunitas China di berbagai daerah.

Kelenteng pertama kali muncul di Nusantara bersamaan dengan kedatangan komunitas China. Seiring waktu, kelenteng berkembang menjadi tempat pemujaan bagi dewa-dewa, leluhur serta tempat berkumpul bagi masyarakat setempat. 

Arsitektur kelenteng memiliki ciri khas yang kuat dengan desain sarat makna. Bangunannya sering dihiasi dengan warna merah sebagai simbol keberuntungan serta berbagai patung dewa dan makhluk mitologi seperti naga dan qilin. 

Atapnya melengkung ke atas dengan ukiran rumit yang menggambarkan cerita-cerita legenda China. Kelenteng bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan budaya dan sosial. 

Di dalamnya, umat melakukan ritual seperti sembahyang dengan dupa, berdoa kepada dewa-dewa serta merayakan berbagai festival seperti Imlek dan Cap Go Meh. Kelenteng juga sering menjadi tempat berkumpulnya komunitas untuk belajar, berdiskusi, atau berbagi kegiatan filantropi

5 Kelenteng Terbesar di Semarang

Berikut lima kelenteng terbesar di Semarang yang dirangkum dari Dinas Pariwisata Semarang dan sejumlah sumber lainnya, Senin (12/5/2025).

1. Kelenteng Sam Poo Kong (Gedung Batu)

Kelenteng ini merupakan yang tertua di Semarang, dibangun untuk memperingati kedatangan Laksamana Cheng Ho (Zheng He), seorang penjelajah muslim China yang terkenal, di Pantai Simongan pada awal abad ke-15 (sekitar tahun 1416). 

Kompleks Kelenteng Sam Poo Kong tidak hanya menjadi tempat ibadah bagi umat Konghucu, Taoisme dan Buddha, tetapi juga merupakan situs bersejarah dan objek wisata yang populer. 

Arsitekturnya memadukan gaya China dan Jawa. Di dalamnya terdapat beberapa bangunan dan altar pemujaan, termasuk untuk Sam Poo Tay Djien (Laksamana Cheng Ho yang didewakan), Dewa Bumi (Hok Tek Ceng Sin) dan Kyai Juru Mudi (Wang Jing Hong). 

Di dalam area kelenteng juga terdapat sumur suci yang dipercaya memiliki berkah.

2. Kelenteng Tay Kak Sie (Da Jue Si)

Didirikan pada 1746, Kelenteng Tay Kak Sie yang berarti "Kuil Kesadaran Agung" merupakan salah satu kelenteng tertua dan terbesar di Semarang. 

Nama ini diberikan oleh Kaisar Dao Guang (1821-1850) dari Dinasti Qing, seperti yang tertulis pada prasasti di pintu masuknya. Awalnya, kelenteng ini hanya memuja Kwan Sie Im Po Sat (Dewi Welas Asih), namun seiring waktu mulai memuja berbagai dewa-dewi Tao lainnya.

Terletak di kawasan Pecinan Semarang (Gang Lombok), klenteng ini memiliki arsitektur tradisional China yang megah dengan ornamen yang indah. 

Kelenteng Tay Kak Sie dikenal memiliki jumlah dewa-dewi yang dipuja terbanyak di Semarang, termasuk Sam Koan Tay Te, Sam Po Hud (tiga Buddha) dan dewa-dewi lainnya. Klenteng ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan budaya Tionghoa, terutama saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh.

Meskipun sulit untuk menentukan "terbesar" berdasarkan luas bangunan secara pasti, kedua kelenteng ini, Sam Poo Kong dan Tay Kak Sie, secara historis dan kultural merupakan kelenteng yang paling signifikan dan memiliki area kompleks yang luas di Semarang. Keduanya juga menjadi pusat kegiatan keagamaan dan daya tarik wisata utama di kota ini.

3. Kelenteng Grajen (Tian Shang Sheng Mu)

Kelenteng Grajen, yang juga dikenal sebagai Kelenteng Ibu Surga (Tian Shang Sheng Mu), memiliki sejarah yang cukup panjang. Meskipun catatan pasti mengenai pendiriannya sulit ditemukan, diperkirakan kelenteng ini telah berdiri sejak abad ke-19 dan menjadi salah satu pusat peribadatan penting bagi komunitas China di wilayah Grajen dan sekitarnya.

Kelenteng ini memiliki arsitektur khas Tiongkok dengan warna merah dan emas yang mendominasi. Selain altar utama untuk Tian Shang Sheng Mu (Ma Zu), dewi pelindung pelaut dan pedagang, terdapat juga altar untuk dewa-dewi lainnya seperti Hok Tek Ceng Sin dan Kwan Kong. 

Kelenteng Grajen sering menjadi tempat berbagai upacara keagamaan dan perayaan tradisional China. Lokasinya yang strategis di pusat kota membuatnya mudah dijangkau.

4. Kelenteng Siu Hok Bio (Kecil)

Meskipun namanya berarti "Kuil Kebahagiaan Kecil," Kelenteng Siu Hok Bio memiliki peran yang signifikan dalam sejarah komunitas China di Semarang. Didirikan pada abad ke-19, kelenteng ini menjadi salah satu tempat ibadah penting, terutama bagi warga China yang tinggal di sekitar wilayah Kranggan.

Kelenteng Siu Hok Bio memiliki arsitektur yang lebih sederhana dibandingkan dengan Sam Poo Kong atau Tay Kak Sie, namun tetap mempertahankan elemen-elemen tradisional China. 

Dewa utama yang dipuja di kelenteng ini, Hok Tek Ceng Sin (Dewa Bumi), yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. 

Kelenteng ini sering menjadi tempat pelaksanaan upacara sembahyang rutin dan perayaan hari-hari besar keagamaan. Suasana kekeluargaan dan kebersamaan terasa kental di kelenteng ini.

5. Klenteng Wie Wie (Hakka)

Kelenteng Wie Wie memiliki ciri khas karena merupakan kelenteng yang didirikan oleh dan menjadi pusat kegiatan peribadatan bagi komunitas Hakka (Khek) di Semarang. 

Komunitas Hakka memiliki sejarah migrasi yang unik dan seringkali mendirikan perkumpulan dan tempat ibadah sendiri untuk melestarikan budaya dan tradisi mereka.

Arsitektur Kelenteng Wie Wie mungkin memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan kelenteng-kelenteng lainnya, mencerminkan pengaruh budaya Hakka. 

Dewa-dewi yang dipuja juga mungkin memiliki kekhasan tersendiri yang relevan dengan kepercayaan dan tradisi komunitas Hakka. Kelenteng ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat sosial dan budaya bagi warga Hakka di Semarang.

Editor : Prayudianto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network