MALANG, iNewsTuban.id - Serangan Jepang ke Tarakan menjadi salah satu babak kelam sejarah Hindia Belanda pada Perang Dunia II. Target utama mereka yakni ladang minyak strategis di Tarakan, Balikpapan, dan Palembang.
Pada 26 Desember 1941, pertahanan Hindia Belanda di utara Sulawesi berhasil dilumpuhkan. Kekuatan udara Jepang menghancurkan pangkalan Tondano di Sulawesi Utara, seperti yang mereka lakukan di Davao, Filipina.
Malam 10-11 Januari 1942, 6.000 tentara Jepang mendarat di Tarakan. Saat itu, operasi pengeboran minyak telah dihentikan dan api besar melalap tangki penyimpanan.
Sebanyak 1.300 personel KNIL, termasuk prajurit pribumi yang menjadi tentara bayaran Belanda, kehilangan semangat bertempur. Mereka menyerah pada 12 Januari 1942.
Namun, kabar penyerahan terlambat sampai ke pertahanan pantai. Pasukan KNIL sempat menenggelamkan dua kapal penyapu ranjau Jepang. Seminggu kemudian, 215 prajurit benteng meriam ditangkap, tangan diikat, lalu dilempar ke laut hingga gugur.
Penghancuran ladang minyak di Tarakan membuat Belanda waspada. Dua perwira dikirim ke Balikpapan dengan pesan peringatan, bahwa Jepang akan membunuh semua prajurit dan warga sipil jika fasilitas minyak dikuasai dalam kondisi utuh.
Sehari itu juga, fasilitas pengeboran di Balikpapan dibakar. Pada 21 Januari 1942, armada Jepang berlayar dari Tarakan. Meski kapal dan pesawat Belanda-Amerika mencoba menghadang, pendaratan Jepang pada 23 Januari malam tak
KNIL mundur ke pedalaman. Sebanyak 78 prajurit dan warga Eropa ditangkap Jepang, lalu dibunuh.
Pada 14 Februari 1942, 600 tentara komando KNIL mendarat di salah satu lapangan udara Palembang. Mereka berhasil merebutnya dari Jepang tanpa kerusakan.
Pasukan Jawa dalam KNIL sempat memukul mundur Jepang dari kilang minyak. Namun, pasukan infanteri Jepang datang lewat Sungai Musi, memaksa KNIL mundur sambil membakar fasilitas pengeboran.
Serangan Jepang ke Tarakan, Balikpapan, dan Palembang menjadi tragedi besar bagi Hindia Belanda. Ladang minyak hancur, ratusan prajurit gugur, dan kekuatan kolonial Belanda di Indonesia semakin runtuh di awal pendudukan Jepang.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait