Di Belanda, Tan sempat menjalin hubungan dengan seorang gadis Belanda bernama Fenny Struijvenberg, namun hubungan mereka tidak pernah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam.
Tan Malaka, yang selalu terbebani oleh kenangan akan Syarifah, terus merasa bahwa cinta tidak lagi memiliki tempat dalam hidupnya. Pengalaman pahit ini menjadi salah satu alasan mengapa Tan Malaka memilih jalan komunisme.
Bagi Tan, ideologi ini tidak hanya merupakan landasan politik, tetapi juga pelarian dari rasa sakit yang terus menghantuinya. Cinta yang gagal membuatnya lebih fokus pada perjuangan dan revolusi, alih-alih mencari kebahagiaan pribadi.
Perjalanan hidup Tan Malaka membawanya ke berbagai negara. Di Filipina, di bawah nama samaran Elias Fuentes, ia sempat jatuh cinta pada seorang perempuan lokal, namun hubungan mereka berakhir tragis ketika Tan ditangkap dan dideportasi.
Di Tiongkok, Tan bertemu seorang gadis muda berinisial “AP” di Xiamen, yang sering datang untuk belajar bahasa Inggris darinya. Meskipun mereka saling terbuka, hubungan itu pun tidak berlanjut ketika Tan harus meninggalkan Amoy pada tahun 1937.
Editor : Prayudianto