get app
inews
Aa Text
Read Next : Warisan Abadi Kerajaan Mataram, Benarkah Asal Usul Kalender Jawa di Zaman Sultan Agung

Jejak Wali Songo Menyebarkan Agama Islam, ada Masjid Sunan Kalijaga di Gunungkidul

Kamis, 20 November 2025 | 07:53 WIB
header img
Masjid Sunan Kalijaga sampai saat ini masih kokoh berdiri di Padukuhan Blimbing, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Gunungkidul. (Foto : iNews.id/erfan Erlin)

GUNUNGKIDUL, iNewsTuban.id - Penyebaran agama Islam di wilayah Gunungkidul tidak pernah lepas dari perjuangan Sunan Kalijaga, salah satu wali di tanah Jawa. Konon Sunan Kalijaga mengembara dari satu tempat ke tempat lain di Gunungkidul.

Salah satunya adalah di Kapanewon Panggang. Di mana di Kapanewon ini ada dua masjid yang konon merupakan masjid tempat Sunan Kalijaga menyebarkan ilmunya. 

Salah satunya adalah Masjid Sunan Kalijaga di Padukuhan Blimbing, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Gunungkidul. Masjid ini cukup berbeda dengan masjid pada umumnya. Sesuai namanya, konon masjid ini merupakan peninggalan Sunan Kalijaga. Sehingga diyakini umurnya cukup tua.

Sesepuh warga sekaligus takmir masjid, Marjiyo (68) mengisahkan, berdasar cerita tutur yang diterima, pertama kali bangunan yang didirikan bukan merupakan masjid, melainkan Tajuk. Tajuk merupakan bangunan kecil untuk beribadah, bahannya terbuat dari anyaman bambu. 

“Dibangun kurang lebih pada tahun 500 Masehi," tutur dia.

Tajuk didirikan oleh Sunan Kalijaga untuk tempat beribadah Ki Ageng Pemanahan. Ternyata, selain Tajuk juga ada sebuah sumur yang letaknya di sebelah selatan Tajuk. Dua bangunan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal masjid Sunan Kalijaga.

Ki Ageng Pemanahan atau yang memiliki nama muda Ki Bagus Kacung berada di wilayah tersebut sedang menjalankan semedi atau tapa untuk mencari petunjuk mengenai wahyu keraton atas arahan Sunan Kalijaga. 

"Konon beliau sering menjalankan rutinitas bertapa di sebuah bukit," kata dia.

Ki Ageng Pemanahan sering bertapa di bukit yang mulanya bernama Kembang Semampir. Dan Tajuk yang dibangun Sunan Kalijaga ini digunakan oleh Ki Ageng Pemanahan untuk beribadah ketika waktu ibadah tiba.

Letak Tajuk berjarak sekitar beberapa ratus meter dari dari lokasi bertapa yang kini dikenal dengan sebutan Kembanglampir. Kini Kembang Lampir juga menjadi tempat petilasan yang sering dikunjungi untuk berziarah.

Lambat laun, warga sekitar kemudian memanfaatkan Tajuk tersebut. Warga merawat peninggalan Sunan Kalijaga itu dari generasi ke generasi. Dan pada zaman penjajahan Belanda kubah Tajuk sempat hilang.

Hilangnya kubah Tajuk berbahan tanah liat tersebut diakibatkan oleh perbuatan orang-orang Belanda. Kubah hilang tanpa diketahui keberadaannya usai Tajuk dibakar oleh penjajah.

Konon, ketika Belanda hendak menghakimi orang yang dianggap bersalah, setiap kali bersembunyi di dalam Tajuk selalu selamat. Melalui mata-mata Belanda, barulah diketahui bahwa tempat persembunyiannya berada di dalam Tajuk. 

"Sehingga agar Tajuk tidak digunakan oleh warga untuk bersembunyi maka dibakarlah Tajuk tersebut," ujarnya.

Saat hendak dibangun kembali, warga masyarakat tak lagi memiliki Kubah sebagai penutup atap. Warga kemudian berinisiatif membelinya di wilayah Klaten. 

Marjiyo melanjutkan kisah, berangkatlah tiga tokoh warga hendak membeli Kubah baru. Di tengah perjalanan tiga warga bertemu seseorang yang membawa Kubah. 

"Setelah niat membeli Kubah disampaikan, seseorang tersebut menawarkan Kubah yang dibawanya,” sambung Marjiyo.

Terjadilah kesepakatan jual beli kubah tersebut. Namun, saat ketiga orang menunduk hendak mengambil uang yang diselipkan di balik baju, orang misterius si penjual Kubah menghilang. Ketiganya lantas menduga bahwa orang tersebut Sunan Kalijaga. 

Kubah tersebut juga diyakini merupakan kubah yang lenyap saat Tajuk dibakar oleh Belanda. Kubah itu tetap terpasang hingga saat ini. Kubah Masjid Sunan Kalijaga masih awet hingga saat ini. Kubah Kuno ini diyakini merupakan kubah yang dipasang sejak bangunan pertama kali didirikan. 

Seiring waktu berjalan, bagunan Tajuk diperbesar. Seingat Marjiyo pernah dipugar sedikitnya tiga kali. Dua kali pemugaran yang dia ingat terjadi pada 1982 dan 1998. Saat ini masjid berukuran 9 x 16 meter persegi. Terdiri dari satu bangunan utama masjid dan serambi.

Dahulu masyarakat di desa setempat menjadikannya pusat ibadah terbesar. Bahkan sebagian masyarakat dari luar desa juga ikut beribadah di masjid ini. Karena bangunan Masjid semakin bertambah banyak sehingga saat ini masjid Sunan Kalijaga sebatas digunakan oleh warga di Padukuhan Blimbing saja.

Editor : Prayudianto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut