"Rata-rata kerugian anggota minimal Rp 1juta per orang (anggota baru) dan maksimal sekitar Rp 26 juta per orang (anggota lama)," terang pensiunan guru di salah satu sekolah menengah di Kerek tersebut.
Salah satu korban lain, Trismulan juga menceritakan, sampai dengan tahun 2020 koperasi Dwijo Utomo tampak baik-baik saja. Ia menyebut jika setiap kali laporan pertanggungjawaban pengurus pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi selalu mendapat keuntungan di atas Rp 50 juta per tahun. Namun menurutnya, ternyata itu semua hanya kedok untuk mengelabui agar anggota tetap bisa ditarik pembayaran dan iuran bulanannya.
“Permasalahan itu mulai terkuak sejak pergantian pengurus dan pengawas, tepatnya saat ada Rapat Anggota Rapat Kerja (RARK) tahun 2022, dalam rapat tersebut disampaikan laporan pertanggungjawaban saudara pengawas yang menunjukan piutang yang tertulis pada buku laporan RAT sebesar Rp 1,8 miliar, namun kenyataannya hanya sekitar Rp 300 juta. Kemudian semua usaha koperasi dinyatakan bermasalah, baik itu pertokoan, termasuk pengelolaan voucher belanja dan arisan, selain itu angka-angka pada laporan RAT bertahun-tahun adalah angka fiktif," beber pensiunan guru asal Temayang itu.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait