"Dulu jualan di Pasar Batu yang sekarang alun-alun itu, (lokasinya) masih jelek, sekarang jadi alun-alun, sekarang masjidnya sudah jadi bagus, dulu masjidnya jelek masih kecil," katanya.
Sejak tahun 1980-an itulah dia mulai berjualan di barat Masjid Agung An-Nur Kota Batu hingga saat ini. Artinya, total dengan berjualan bersama pamannya sejak tahun 1954, nyaris 70 tahun lebih dia berjalan es campur. Lamanya dia berjualan membuat para pembeli kerap kali datang dan bernostalgia kembali menemuinya.
"Ada pembeli saya dulu waktu masih kecil kan nggak bisa beli es, saya kasih, jadi misalkan ada lima anak yang tiga beli es, dua itu nggak beli, nggak punya uang, ya saya kasih duanya, pokok semuanya harus dapat es. Ssoalnya teringat dulu saya pernah di posisi nggak mampu beli es dawet itu," ucapnya.
"Mereka itu kan sekarang ada yang sudah jadi polisi, TNI, jadi pengusaha juga ada, datang ke saya kangen ngerasain es campur saya katanya. Saya mau dikasih uang nggak mau, akhirnya dibelikan rokok. Dalamnya rokok itu dikasih uang Rp100.000-Rp200.000," ujarnya.
Bahkan kesederhanaan dan keakraban Said semasa muda dengan teman-temannya membuatnya kerap dibantu dan diberikan uang secara diam - diam, padahal dia tak memintanya. Beberapa teman bermainnya bahkan ada yang sampai kini menetap di Belanda dan menjadi warga negara Belanda mengikuti jejak orang tuanya.
"Teman-teman saya dulu yang orang China itu ada yang nawarkan mau dibuatkan depot, saya nggak mau, saya tolak, kalau teman ya teman, cuma kan saya usaha, mereka juga kerja, teman-teman Belanda juga gitu ngirim (ucapan), misah sama teman-teman itu tahun 60-an, mereka ke Belanda," ucapnya.
Bahkan pergaulan Said juga mengantarkannya berinteraksi dengan keluarga artis Yuni Shara. Orang tua Yuni Shara merupakan temannya dan kerap membeli es campurnya. Pernah suatu ketika dia ditanya oleh Yuni Shara, karena kesukaannya melihat seni keroncong, tapi dijawabnya sambil bercanda hobinya membuat es campur.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait