Mengenai tahun pembuatannya, Pararaton yang diterbitkan JLA Brandes (1897) menyebutkan, naskah ditulis pada Śaka 1535 (1613 Masehi), sedangkan yang diterbitkan Agung Kriswanto (2009) menyebutkan naskah ditulis pada Šaka 1522 (1600 Masehi).
Oleh karena ada dua versi angka tahun, dapat disimpulkan dua-duanya tahun penyalinan, bukan tahun penyusunan. Tapi kedua versi Pararaton yang bertahun Śaka 1535 maupun yang bertahun Śaka 1522 sama-sama ditutup dengan peristiwa gunung meletus pada wuku Watugunung tahun Śaka 1403 (1481 Masehi).
Peristiwa ini berselang 3 tahun setelah kematian seorang raja di istana Majapahit pada Śaka 1400 (1478 Masehi). Raja yang meninggal itu bukanlah raja terakhir Dinasti Rājasa karena masih ada Śrī Girīndrawardhana Dyah Ranawijaya yang namanya tertulis dalam Prasasti Pēțak bertahun Śaka 1408 (1486 Mase- hi). Anehnya, nama raja ini tidak disebutkan dalam Pararaton.
Dengan demikian, dapat diperkirakan Pararaton disusun sesudah tahun 1481 dan sebelum tahun 1486. Kemungkinan kedua, penulis Pararaton sengaja tidak mengisahkan Śrī Girīndrawardhana Dyah Ranawijaya, karena saat itu pusat pemerintahan Dinasti Rājasa sudah pindah ke Keling, tidak lagi di Majapahit.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait